REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Para ahli menilai Islamofobia yang terjadi di AS dan Eropa telah menyebar dan memicu kebencian terhadap Muslim di bagian lain dunia, termasuk kawasan Asia-Pasifik. Bahkan, disebutkan pola ini pantas dikenal dengan istilah globalisasi Islamofobia.
Seorang profesor hubungan internasional dan studi Islam di Universitas Georgetown, John Louis Esposito mengatakan Islamofobia pertama kali menjadi masalah global utama setelah revolusi 1979 di Iran dan kemudian serangan teroris 11 September 2001.
Ia juga menambahkan, Islamofobia awalnya lazim terjadi di AS, Inggris dan Jerman. Kemudian menyebar ke wilayah lain, bahkan di Eropa utara di mana tidak banyak komunitas Muslimnya.
"Ada memiliki masalah Myanmar, bekas Burma. Ada masalah lain di China sehubungan dengan Uighur. Dengan adanya kedua kasus ini, ada komunitas internasional yang berbicara tentang genosida," ucap dia, dikutip di TRT World, Jumat (18/11/2022).
Esposito melanjutkan, hal lain yang lebih menakjubkan adalah bagaimana Islamofobia telah mengglobal. Kondisi ini menunjukkan bahwa sentimen anti-Muslim menyebar di seluruh spektrum politik.
Di Prancis, misalnya, bukan hanya politikus sayap kanan Marine Le Pen, tetapi Presiden Emmanuel Macron juga menggunakan retorika permusuhan terhadap Muslim selama musim kampanye pemilihan. Sikap tokoh-tokoh politik ini terhadap komunitas Muslim meripakan salah satu konflik budaya.
Islamofobia sejauh ini dinilai tidak direspons dengan protes yang cukup. Meski banyak pemerintah Muslim yang telah angkat suara, termasuk organisasi-organisasi Muslim internasional, namun hingga saat ini gaungnya masih sepi.
Menurut peneliti Arsalan Iftikhar, gerakan sayap kanan di seluruh dunia belajar dari gerakan di Eropa dan Amerika. "Gerakan sayap kanan di seluruh dunia mengambil isyarat politik dari gerakan sayap kanan Eropa dan Amerika, gerakan sayap kanan global lainnya," ucap dia.
Iftikhar, yang menulis Fear of a Muslim Planet: Global Islamophobia in the New World Order juga mengatakan gerakan-gerakan ini mencoba meminggirkan Muslim dan minoritas lain di tanah mereka. Ia merasa sangat penting untuk memahami konteks dan isyarat yang mereka ambil dari satu sama lain. Contohnya terlihat pada larangan jilbab di negara-negara Eropa, yang dimulai di Prancis di bawah presiden Jacques Chirac pada 2004, serta negara-negara lain yang mengadopsi kebijakan Islamofobia.
"Ada serangan terhadap Muslim di seluruh India. Ada larangan jilbab di negara bagian selatan Karnataka, yang, sekali lagi, secara harfiah mengambil isyarat dari Eropa juga," lanjutnya.