REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pemimpin koalisi Pakatan Harapan Anwar Ibrahim resmi dilantik sebagai perdana menteri Malaysia ke-10, Kamis (24/11). Anwar menebus penantiannya selama 24 tahun untuk memimpin Negeri Jiran.
Upacara pengambilan sumpah jabatan berlangsung di Istana Nasional, Kuala Lumpur, Kamis sore. Raja Malaysia Sultan Abdullah Ahmad Shah memimpin prosesi tersebut. Anwar Ibrahim hadir mengenakan baju adat Melayu berwarna hitam dengan kain berwarna emas membalut bagian perut hingga lututnya.
Istri Anwar Ibrahim, yang juga mantan wakil perdana menteri Malaysia, Wan Azizah Wan Ismail, turut hadir dalam prosesi tersebut. Acara pengambilan sumpah jabatan juga dihadiri pejabat tinggi Malaysia, antara lain Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Ketua DPR, serta para pemimpin koalisi Pakatan Harapan dan Barisan Nasional.
“Amanah ini akan dipikul dengan kerendahan hati dan tanggung jawab. Saya akan menjalankan tugas serius ini dengan tim saya dipandu oleh kemauan serta keinginan rakyat,” tulis Anwar lewat akun Twitter pribadinya setelah resmi dilantik sebagai perdana menteri.
Putri Anwar Ibrahim, yang juga mantan anggota parlemen Malaysia, Nurul Izzah, turut mengunggah foto ayahnya di akun Instagram pribadinya. Dalam takarir fotonya, Nurul memuji perjuangan ayahnya. “Saya mencintaimu papa dan saya selalu bangga padamu, bahkan saat kamu terbaring di penjara sebagai tahanan hati nurani,” tulis Nurul.
“Warisan yang kita tinggalkan untuk anak-anak dan generasi masa depan bukan harta, pangkat, maupun uang, tapi idealisme dan prinsip perjuangan yang tidak boleh dijual beli. Jadikan masa depan, masa kita bersama,” tulis Nurul menambahkan.
Anwar Ibrahim diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya sebagai wakil perdana menteri Malaysia pada 1998. Kala itu dia dituduh terlibat kasus sodomi dan penyalahgunaan kekuasaan. Tuduhan kasus itu membuat Anwar menerima vonis hukuman 15 tahun penjara. Pada September 2004, mantan perdana menteri Malaysia Abdullah Badawi membebaskannya.
Pada 2015 Anwar kembali mendekam di penjara akibat kasus sodomi. Dia diberi pengampunan oleh Kerajaan Malaysia dan dibebaskan pada Mei 2018. Meski sudah jatuh bangun, Anwar tak pernah meninggalkan dunia perpolitikan Malaysia.
Hasil pemilu parlemen Malaysia yang digelar akhir pekan lalu telah memunculkan persaingan antara koalisi Pakatan Harapan yang dipimpin Anwar Ibrahim dan koalisi Perikatan Nasional yang diketuai Muhyiddin Yassin. Dari 220 kursi parlemen yang diperebutkan, Pakatan Harapan berhasil mengamankan 82 kursi. Sementara Perikatan Nasional meraih 73 kursi. Koalisi lainnya, yakni Barisan Nasional yang dipimpin Ismail Sabri merebut 30 kursi. Terdapat perolehan satu kursi yang tidak diumumkan.
Dengan statistik hasil pemilu tersebut, belum ada pemenang jelas. Sebab sebuah koalisi membutuhkan 111 kursi di parlemen untuk membentuk mayoritas sederhana. Dengan demikian, Malaysia menghadapi "parlemen gantung" untuk pertama kalinya dalam sejarahnya. Raja Malaysia sempat memerintahkan agar para pemimpin partai di negaranya menyerahkan nama perdana menteri beserta koalisinya paling lambat pada Senin (21/11), yakni pukul 14:00 waktu setempat.
Karena belum ada koalisi yang berhasil memperoleh sekutu untuk menguasai parlemen dan membentuk pemerintahan, Raja Malaysia memperpanjang tenggat penyerahan nama perdana menteri hingga Selasa (22/11), pukul 14:00 waktu setempat. Meski telah diperpanjang, tak ada koalisi yang berhasil menggaet cukup sekutu untuk memenangkan mayoritas sederhana di parlemen. Sebelum melakukan penunjukan terhadap Anwar Ibrahim, Raja Malaysia sempat memperpanjang tenggat waktu penyerahan nama perdana menteri hingga batas waktu yang tidak ditentukan.