REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian memproyeksi defisit daging sapi pada 2022 akan mengalami penurunan. Penurunan defisit dapat dicapai jika produksi hingga akhir tahun mengalami kenaikan sesuai rencana yang diikuti dengan adanya penurunan konsumsi.
Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Kementan, Agung Suganda, menyampaikan, produksi daging sapi/kerbau tahun ini diproyeksikan naik menjadi 436,7 ribu ton dari tahun lalu 415 ribu ton.
Sementara itu, total kebutuhan 2022 mencapai 695,4 ribu ton atau mengalami penurunan tipis dari 2021 sebesar 696,9 ribu ton. Turunnya kebutuhan itu karena Kementan memproyeksi terdapat penurunan angka konsumsi per kapita daging sapi dari 2,56 kg tahun 2021 menjadi 2,53 kg tahun 2022.
Dari neraca tersebut, defisit diperkirakan mencapai 258,7 ribu ton, turun dari tahun lalu yang mencapai 281,8 ribu ton.
"Jika kita lihat, persentase impor kita 37 persen dari kebutuhan nasional, turun dari tahun lalu 40 persen. Kita akan lihat apakah ini bertahan (tercapai), turun, atau naik," kata Agung dalam Seminar Fraksi PPP bertajuk 'Swasembada Daging Sapi: Realistis atau Utopis' di Jakarta, Rabu (30/11/2022).
Agung menuturkan, permohonan rekomendasi impor daging sapi/kerbau tahun ini sebetulnya cukup tinggi bahkan mengalami peningkatan dari tahun lalu. Namun, realisasi impor nyatanya tertahan akibat faktor harga dunia yang meningkat disertai biaya logistik yang melonjak.
Ia pun menjelaskan, salah satu kendala peternakan sapi di Indonesia karena budidaya masih dikembangkan secara intensif bukan ekstensif. Dengan kata lain, pengembangbiakan tidak dilakukan dalam skala bisnis melainkan sebatas rumahan yang tidak terintegrasi satu sama lain.
Kementan juga mencatat, sekitar 80 persen peternak sapi di Indonesia menjalankan usahanya hanya untuk sampingan atau tabungan skala kecil. Di sisi lain, terdapat penyusutan lahan pengembalaan dan tingginya biaya transportasi.
"Kondisi ini yang menyebabkan Indonesia belum bisa swasembada daging sapi. Tapi, kalau swasembada daging kita sudah tercapai karena daging ayam kita sudah surplus," ujarnya.
Direktur Ketersediaan Pangan, Badan Pangan Nasional, Budi Waryanto, mengatakan, sejauh ini pihaknya membantu daerah-daerah sentra lewat penyediaan fasilitas alat pendingin untuk menyimpan bahan pangan yang mudah rusak.
Melalui pembangunan infrastruktur itu, ke depan diharapkan pengelolaan pangan dapat lebih baik karena bahan pangan yang diproduksi dapat dijadikan cadangan stok.