REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemilik baru Twitter Elon Musk mengklaim pada pekan lalu bahwa tayangan ujaran kebencian di Twitter menurun sepertiga sejak dia mengambil alih perusahaan. Namun, klaim tersebut berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Center for Countering Digital Hate (CCDH).
Menurut studi itu, jumlah total ujaran kebencian di Twitter telah meningkat selama periode waktu yang sama. Rata-rata 1.282 tweet dengan cercaan terhadap orang kulit hitam muncul setiap hari di Twitter sebelum Musk mengambil alih.
Ketika di era Musk, jumlah itu melonjak menjadi 3.876. Selama pekan tweet Musk, itu meningkat lebih jauh menjadi rata-rata 4.650 tweet sehari.
Penghinaan terhadap orang transgender meningkat 62 persen sejak Musk membeli Twitter menjadi rata-rata 5.117 tweet per hari. Data dikumpulkan menggunakan alat analitik media sosial, Brandwatch dan menyertakan tweet dari seluruh dunia dalam bahasa Inggris.
Dalam sebuah tweet pada pertengahan November, Musk mengatakan tweet kebencian akan di-deboost & didemonetisasi secara maksimal sehingga pengguna tidak akan melihat konten kecuali mereka mencarinya. Bahkan, jika memang menurun, laporan CCDH menemukan keterlibatan dalam ujaran kebencian meningkat sejak Musk mengambil alih perusahaan.
Jumlah rata-rata suka, balasan, dan retweet pada postingan dengan cercaan adalah 13,3 dalam beberapa pekan menjelang Twitter 2.0 Musk. Sejak pengambilalihan, keterlibatan rata-rata pada konten kebencian telah melonjak menjadi 49,5.
“Elon Musk mengirimkan peringatan kepada setiap jenis rasis, misoginis, dan homofobia bahwa Twitter terbuka untuk bisnis dan mereka telah bereaksi sesuai," kata CEO CCDH Imran Ahmed, dilansir The Verge, Sabtu (3/12/2022).
Dalam cuitannya pada Jumat sore, Musk mengatakan temuan itu sangat salah. Musk juga berjanji untuk menerbitkan data setiap pekan dan menyatakan rincian tayangan ujaran kebencian.