REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Narapidana kasus terorisme Hisyam bin Alizein alias Umar Patek dikeluarkan dari Lapas Kelas I Surabaya melalui Program Pembebasan Bersyarat setelah menyatakan diri setia pada NKRI dan tak radikal lagi (deradikalisasi).
Kalapas Kelas I Surabaya, Jalu Yuswa Panjang membenarkan program pembebasan Umar Patek tersebut. Ia mengungkapkan, yang bersangkutan dibebaskan pada Rabu (7/12).
"Benar sudah bebas," ujar Jalu dikonfirmasi Kamis (8/12).
Ia menjelaskan, pembebasan bersyarat terhadap Umar Patek juga telah direkomendasikan Badan Nasional Penangulangan Teroris (BNPT) dan Detasemen Khusus 88 (Densus 88). Bahkan kedua lembaga tersebut yang menyerahkan Umar Patek kepada keluarganya.
Atas pembebasan bersyarat tersebut, Umar Patek pum sudah beralih status dari narapidana menjadi klien pemasyarakatan Bapas Surabaya dan wajib mengikuti program pembimbingan sampai dengan 29 April 2030. Apabila sampai dengan masa itu terjadi pelanggaran, maka hak pembebasan bersyaratnya akan dicabut
Koordinator Humas dan Protokol Ditjenpas, Rika Aprianti menyatakan, Umar Patek dinyatakan sudah deradikalisasi dan dinyatakan setia pada NKRI oleh Badan Nasional Penangulangan Teroris (BNPT) dan Detasemen Khusus 88 (Densus 88). Maka dari itu yang bersangkutan berhak mendapatkan program pembebasan bersyarat.
Program Pembebasan Bersyarat merupakan hak yang diberikan kepada seluruh narapidana yang telah memenuhi persyaratan adminstratif dan substanstif. Antara lain sudah menjalani 2/3 masa pidana, berkelakuan baik, telah mengikuti program pembinaan dan telah menunjukjan penurunan risiko seperti yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
"Persyaratan khusus yang telah dipenuhi oleh Umar Patek adalah telah mengikuti program pembinaan deradikalisasi dan telah berikrar setia NKRI," kata Rika.