REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- RKUHP yang baru masih menuai pro dan kontra. Salah satu yang banyak dipersoalkan yaitu tentang pasal-pasal yang menyangkut kebebasan berpendapat, termasuk kemerdekaan pers yang jadi unsur penting kehidupan berdemokrasi.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman mengatakan, di sisi lain dirinya sepakat atas KUHP yang baru. Sebab, dalam KUHP baru ada Pasal 263 yang mencabut Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Penyebaran Berita Bohong.
Ia mengingatkan, Pasal 14 itulah yang selama ini banyak menjerat aktivis, ulama, dan orang-orang yang berseberangan dengan penguasa. Contohnya, kasus Habib Rizieq Shihab, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan lainnya.
Habiburokhman berpendapat, dengan Pasal 263 dalam KUHP yang baru, mereka yang dituduh menyebarkan berita bohong tidak bisa begitu saja dipidana jika tidak terjadi kerusuhan secara fisik. Contohnya, kasus-kasus yang disebutkan tadi.
"Kalau tidak terjadi kerusuhan secara fisik, maka tidak bisa dipidana. Karenanya, sepakat KUHP yang baru ini disahkan," kata Habiburokhman, Kamis (8/12/2022).
Terkait pasal penghinaan presiden, wapres maupun lembaga negara, ia menekankan, kedua pasal sudah direformulasi. Dengan penegasan tidak ada maksud penyerangan kehormatan atau penghinaan jika dilakukan untuk pembelaan diri dan kepentingan umum.
Antara lain menyampaikan kritik dan perbedaan pendapat dengan pemerintah atau penguasa. Selain itu, Habiburokhman menekankan, pasal penghinaan kekuasaan umum yang menyebutkan penghinaan kepada polri jaksa dan lain-lain sudah dihapuskan.
Untuk itu, Habiburokhman kini balik menyampaikan pertanyaan kepada orang-orang yang menolak pengesahan KUHP baru ini. Apakah mereka lebih menginginkan KUHP yang lama dan UU 1/1946 tetap berlaku dan terus memakan korban hari demi hari.
"Silakan rakyat menilai," ujar Habiburokhman.
Sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menemukan 17 pasal bermasalah di draf RKUHP versi 30 November 2022. AJI menilai, pasal-pasal itu akan mengancam kebebasan pers, kemerdekaan berpendapat, berekspresi, mengkriminalisasi pers.