REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) menyatakan bahwa pembangunan keluarga berkualitas merupakan fondasi dasar Indonesia dalam menghadapi krisis global.
"Salah satu cara untuk menghadapi krisis global adalah dengan memanfaatkan bonus demografi yang akan dimiliki Indonesia pada 2028 hingga 2030," kata Gubernur Lemhanas Andi Widjajanto dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Dalam Focus Group Discussion (FGD) di Gedung Lemhanas RI di Jakarta, Senin (12/12) itu, Andi mengatakan dimensi nasional Indonesia saat ini tidak bisa lepas dari dimensi internasional yang terjadi.
Sebab, krisis global yang berupa krisis pangan, energi, dan inflasi mengakibatkan krisis ekonomi menjadi The Perfect Storm (badai sempurna) sehingga berdampak terhadap ketahanan keluarga di Indonesia.
Dunia sudah mulai menghadapi piramida penduduk tua seperti di Jepang dan Amerika. Terlebih adanya krisis global akibat perang, perubahan iklim dan Pandemi Covid-19 yang ikut berpengaruh terhadap ketahanan keluarga.
Pada FGD yang bertemakan "Memantapkan Pembangunan Keluarga Berkualitas Guna Menghadapi Krisis Global", ia menekankan jika generasi masa kini yang berusia 10 hingga 35 tahun harus selalu diwadahi dalam setiap aktivitasnya agar selalu produktif.
Dengan demikian, Indonesia dapat mencapai bonus demografi. Apalagi Indonesia banyak peluang untuk mengoptimalkan bonus demografi 2028-2030 terus hingga 10 tahun ke depan. "Piramida (penduduk) kita ideal untuk melompat. Optimisme Indonesia akan menjadi negara maju. Tidak mengutak-atik usia, tetapi produktivitas terutama perempuan dan kualitas hidup lanjut usia bisa menghadapi krisis pangan, energi, dan finansial," kata dia.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan ketahanan keluarga harus diwujudkan untuk Indonesia Emas 2045 karena ketahanan keluarga yang baik, berkontribusi dalam menghadapi krisis global dan punya daya tahan terhadap setiap krisis yang terjadi.
Sayangnya, proporsi penduduk di usia produktif saat ini cenderung konsumtif. Bonus demografi di Indonesia juga diwarnai dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang belum begitu baik di mana partisipasi sekolah penduduk Indonesia masih berada pada angka 8,3 tahun dan ekonomi menengah ke bawah.