REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senator DPD RI, DR Abdul Kholik, mengatakan meskipun pernyataan Bupati Miranti tidak elok karena disampaikan secara vulgar tentang dana bagi hasil migas untuk daerahnya, substansinya itu ada benarnya. Ini karena tuntutan keadilan daerah yang memiliki sumber daya alam dan menyumbang pendapatan negara telah muncul dari zaman dahulu.
''Persoalan ini merupakan masalah laten tentang bagi hasil antara pemerintah pusat dan daerah. Bupati Meranti berhak bicara keras karena daerahnya meski kaya sumber daya alam, masyarakatnya masih tertinggal. Pemerintah harus menjelaskan skema bagi hasil yang ada secara transparan. Mengapa dana bagi hasil Meranti kini malah turun sehingga bupatinya bicara sekeras itu,'' kata Abdul Kholik, ketika dihubungi Republika, Rabu pagi (14/12/2022).
Bahkan, lanjut Kholik, ketika awal reformasi persoalan bagi hasil migas bagi daerah itu menjadi masalah mendasar. Saat itu para tokoh di Riau mengatakan hal yang sama keras dengan Bupati Meranti. Mereka kala itu juga menuntut agar Riau merdeka karena merasa ketidakadilan.
''Apa yang dikatakan Bupati Meranti masih soal yang lama. Solusinya, pemerintah memang sudah mengalokasikan dana bagi hasil, namun setelah 22 tahun reformasi bisa jadi skema bagi hasilnya perlu dilihat kembali. Jangan-jangan sudah bergeser dari semangat reformasi yang memberikan otonomi bagi daerah, terkesan saat ini mengalami arus balik. Fenomena sentralisasi menguat kembali,'' tegas Kholik.
Kholik mengatakan, selaku senator DPD yang merupakan wakil daerah pihaknya meminta agar masalah ini segera diselesaikan. Dan ini tidak hanya berlaku kepada Meranti saja, tapi kepada daerah-daerah lain yang serupa agar tidak muncul gejolak lagi.
''Fenomena bupati Meranti harus menjadi pelajaran bagi eksistensi hubungan pusat-daerah. Ke depan hubungan tersebut harus berdasar kepada prinsip keadilan dan pemerataan yang dalam dilaksanakan secara transparan.