Ahad 18 Dec 2022 14:14 WIB

Nilai Mata Uang Iran Merosot ke Rekor Terendah

Bank Sentral Iran menyalahkan aksi unjuk rasa yang berlangsung lebih dari tiga bulan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Mata uang Iran, Rial
Mata uang Iran, Rial

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Nilai mata uang Iran jatuh ke rekor terendah, Sabtu (17/12/2022). Bank Sentral Iran menyalahkan gelombang unjuk rasa yang telah berlangsung selama lebih dari tiga bulan atas terjadinya hal tersebut.

Pada Sabtu lalu, rial Iran terpuruk di hadapan dolar AS. Demonstrasi yang tak berkesudahan mendorong warga di sana untuk menyelamatkan aset tabungan mereka dengan mencoba membeli dolar, mata uang keras lainnya atau emas.

Baca Juga

Menurut situs valuta asing Bonbast.com, dolar dijual seharga 395.600 rial di pasar tidak resmi. Angka itu naik sebab sehari sebelumnya dolar dihargai 386.800 rial.

Situs web harian ekonomi Donya-e-Eqtesad memberikan nilai dolar sebesar 382.300 atau naik 1,2 persen dibandingkan Jumat (16/12/2022). Sejak gelombang demonstrasi pecah tiga bulan lalu, rial Iran telah kehilangan hampir 20 persen nilainya. Pada Mei 2018, sesaat sebelum AS menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), rial diperdagangkan dengan nilai sekitar 65 ribu per dolar AS.

Gubernur Bank Sentral Iran Ali Salehabadi telah menyalahkan gelombang unjuk rasa sebagai penyebab anjloknya nilai rial. Sanksi ekonomi yang dikenakan AS terhadap negaranya pun dinilai berperan dalam pelemahan rial. Dia menyarankan dolar dapat disuntikkan ke pasar guna menopang rial yang bermasalah.

"Untuk melakukan penyesuaian di pasar (valas), kami di Bank Sentral akan bertindak sebagai pembuat pasar dan sebagai pembuat kebijakan mata uang keras. Mata uang keras apa pun yang lebih diminati, kami akan menawarkannya di pasar,” kata Salehabadi dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi pemerintah.

Saat ini Iran tengah dibekap krisis akibat gelombang unjuk rasa memprotes kematian Mahsa Amini, perempuan berusia 22 tahun. Pada 13 September lalu, dia ditangkap polisi moral Iran di Teheran. Penangkapan tersebut dilakukan karena hijab yang dikenakan Amini dianggap tak ideal. Di Iran memang terdapat peraturan berpakaian ketat untuk wanita, salah satunya harus mengenakan hijab saat berada di ruang publik.

Setelah ditangkap polisi moral, Amini ditahan. Ketika berada dalam tahanan, dia diduga mengalami penyiksaan. PBB mengaku menerima laporan bahwa Amini dipukuli di bagian kepala menggunakan pentungan. Selain itu, kepala Amini pun disebut dibenturkan ke kendaraan.

Setelah ditangkap dan ditahan, Amini memang tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Kepolisian Teheran mengklaim, saat berada di tahanan, Amini mendadak mengalami masalah jantung. Menurut keterangan keluarga, Amini dalam keadaan sehat sebelum ditangkap dan tidak pernah mengeluhkan sakit jantung. Amini dirawat dalam keadaan koma dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 16 September lalu.

Kematian Amini dan dugaan penyiksaan yang dialaminya seketika memicu kemarahan publik. Warga Iran turun ke jalan dan menggelar demonstrasi untuk memprotes tindakan aparat terhadap Amini. Perempuan-perempuan Iran turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Mereka bahkan melakukan aksi pembakaran hijab sebagai bentuk protes.

Sejauh ini, ribuan warga Iran yang berpartisipasi dalam demonstrasi telah ditangkap. Sekitar 400 di antaranya sudah menerima vonis penjara hingga 10 tahun. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement