Rabu 21 Dec 2022 16:51 WIB

Hadar Mengaku Dapat Informasi Soal Rekayasa Data KPU Saat Verifikasi Parpol

Hadar mengingatkan bawaslu awasi pelanggaran pemilu, bukan lindungi kesalahan KPU.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agus raharjo
Peneliti Senior NETGRIT Hadar Nafis Gumay (kiri) menyampaikan pandangannya bersama anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini dan Dosen Universitas Andalas Padang Charles Simabura ketika menjadi narasumber dalam diskusi di kantor ICW, Jakarta, Minggu (9/9).
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti Senior NETGRIT Hadar Nafis Gumay (kiri) menyampaikan pandangannya bersama anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini dan Dosen Universitas Andalas Padang Charles Simabura ketika menjadi narasumber dalam diskusi di kantor ICW, Jakarta, Minggu (9/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota KPU periode 2012-2017, Hadar Nafis Gumay mengingatkan temuan pelanggaran dan rekayasa proses verifikasi faktual oknum Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah, seharusnya menjadi perhatian Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Agar hal itu segera dilakukan pembenahan.

Namun, ia menyayangkan sikap Bawaslu justru terkesan bukan mengawasi kecurangan pemilu, tetapi justru melindungi kesalahan KPU. Menurut Hadar, Bawaslu seharusnya berperan lebih besar dalam menjalankan pengawasan atau kecurangan yang dilakukan oknum KPU.

Baca Juga

Peran Bawaslu, kata dia, seharusnya aktif bukan pasif menunggu laporan dari masyarakat. Apalagi informasi pelanggaran karena kecurangan dan manipulasi itu sangat banyak di lapangan.

"Kalau benar Bawaslu-nya bekerja, seharusnya Bawaslu juga memiliki data di lapangan. Karena Bawaslu strukturnya juga ada di daerah, layaknya KPU. Anehnya Bawaslu yang mengaku ikut ke lapangan tidak menemukan manipulasi dan kecurangan itu. Yang ada Bawaslu seperti ikut melindungi KPU," kata Hadar kepada wartawan, Rabu (21/12/2022).

Padahal, ungkap Hadar, dirinya mendapatkan banyak informasi bahwa dugaan telah terjadinya pelanggaran ini sangat nyata dan terjadi di banyak daerah. Informasi itu dari oknum petugas di KPU daerah yang mengaku mendapat instruksi merekayasa data dari KPU pusat.

"Karenanya ini harus dibongkar, terus dibenahi, kalau tidak kita jangan berharap punya pemilu yang jujur adil, yang berkualitas dan berintegritas," tegasnya.

Karena ini kan diduga bahwa dilakukan oleh penyelenggara pemilu itu sendiri. Hadar khawatir, jika ini dibiarkan maka dampak pemilu 2024 akan berimbas ke banyak hal, dan itu risikonya sangat serius dan buruk bagi bangsa Indonesia.

"Ini harus dibenahi mulai sekarang. Caranya dengan melibatkan semua prosedur untuk memproses semua tuduhan kecurangan tersebut," katanya.

Hadar juga sudah akan melaporkan rekayasa dan manipulasi data oleh oknum KPU ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan termasuk ke Bawaslu. Walaupun, ia mengakui masih melihat banyak catatan soal kinerja Bawaslu yang masih lemah dalam pengawasan.

"Bawaslu harus berperan, kalau tidak bubarin saja Bawaslu itu. Karena mereka diangkat disumpah dan digaji negara untuk mengawasi dan membenahi bila ada kecurangan pemilu," tegasnya.

Ia mengingatkan jangan sampai ada asumsi kalau Bawaslu kerjanya selalu kompakan dengan KPU. Padahal seharusnya ia mengawasi setiap potensi kecurangan di KPU. Sama halnya dengan banyaknya temuan informasi dan video pengakuan soal rekayasa data verifikasi faktual yang tidak jadi pertimbangan Bawaslu.

"Lucunya Bawaslu tidak menemukan adanya pelanggaran itu, yang justru bukti pelanggaran itu jelas ada di kami. Saya sendiri mendapatkan banyak informasi, data dan rekaman video yang membuktikan rekayasa itu ada," terangnya.

Hadar mengaku heran bila Bawaslu tidak memiliki informasi dan bukti tersebut. Selain DKPP dan Bawaslu, Hadar juga berharap ke DPR. Karena tugas DPR ikut memantau pelaksanaan Undang-undang, dalam ini UU pemilu sesuai dengan kerja KPU. Hadar berharap DPR bisa segera memanggil KPU atas keluhan kecurangan dan manipulasi selama verifikasi faktual kemarin.

"Mereka harus memanggil KPU dan Bawaslu ini, bila ternyata buktinya kuat ada rekayasa dan manipulasi data, DPR bisa merekomendasikan ke presiden agar komisionernya di berhentikan," ujarnya.

Dan terakhir adalah peran Presiden sendiri. Menurut Hadar, sebagai pemimpin negara, presiden seharusnya memiliki keinginan meninggalkan jabatan terakhirnya dengan tanpa cela. Sehingga menjaga kualitas pemilu 2024 bisa berjalan dengan jujur adil, berkualitas dan berintegritas serta demokratis adalah keharusan.

Namun bila presiden hanya membiarkan adanya manipulasi ini, maka warisan demokrasi yang ditinggalkan akan berantakan dan penuh catatan buruk. Maka ia berharap sudah seharusnya presiden juga bisa mengambil peran perbaikan proses pelaksanaan pemilu 2024 ini. Mumpung tahapan pemilu yang berjalan belum lebih jauh.

"Mumpung baru di verifikasi faktual dan penetapan parpol dan nomor urut. Tapi bila kondisi seperti itu terus dibiarkan tanpa perbaikan, maka akan sangat tidak baik siapapun yang akan menjalankan pemerintahan selanjutnya," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement