REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) menolak banding yang diajukan mantan calon presiden Prancis Eric Zemmour. Di Prancis, ia dihukum karena menghasut diskriminasi dan kebencian agama atas komentar yang menargetkan komunitas Muslim Prancis.
"Pengadilan memutuskan campur tangan terhadap hak pemohon atas kebebasan berekspresi diperlukan dalam masyarakat demokratis, untuk melindungi hak orang lain yang dipertaruhkan,” tulis ECHR dalam pernyataan yang dirilis Selasa (20/12/2022).
Berdasarkan catatan pengadilan, disebutkan pernyataan Zemmour mengandung klaim yang menghina dan diskriminatif. Hal ini dapat memperburuk keretakan antara orang Prancis dan komunitas Muslim secara keseluruhan.
Dalam penampilan langsung di acara TV Prancis C à Vous pada September 2016, Zemmour, yang saat itu sedang mempromosikan buku barunya, mengklaim mereka yang mengobarkan jihad dilihat oleh semua Muslim sebagai 'Muslim yang baik'.
Dilansir di Politico, Rabu (21/12/2022), ia sempat mengklaim Prancis sedang menyaksikan 'invasi' karena kini banyak wanita muda mengenakan jilbab. Tidak hanya itu, ia mengatakan Muslim Prancis harus diberi pilihan antara Islam dan Prancis.
“Jadi, jika mereka orang Prancis, mereka harus melepaskan apa yang menjadi agama mereka," kata dia.
Zemmour lantas digugat dan dihukum oleh pengadilan pidana Paris pada 2017, yang mendenda dia 5.000 euro atau sekitar Rp 83 juta. Ia disebut telah menghasut diskriminasi, kebencian, atau kekerasan terhadap suatu kelompok atas dasar asal atau keanggotaan suatu agama.
Denda tersebut lantas dikurangi menjadi 3.000 euro saat ia mengajukan naik banding. Zemmour kemudian pindah ke pengadilan tertinggi Prancis, dengan alasan komentarnya termasuk dalam ruang lingkup kebebasan berekspresi. Ketika klaim pertama ini ditolak, dia mengajukan banding ke ECHR.