Sabtu 24 Dec 2022 05:05 WIB

UNHCR Desak Negara Asia Selamatkan Pengungsi Rohingya dari Kelaparan di Laut

Semua negara terikat hukum internasional untuk menyelamatkan orang kesulitan di laut

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Puluhan warga etnis Rohingya berada di dalam kapal saat terdampar di tengah laut di perairan Aceh.
Foto: ANTARA FOTO/RAHMAD
Puluhan warga etnis Rohingya berada di dalam kapal saat terdampar di tengah laut di perairan Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan PBB untuk Pengungsi/United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) pada Jumat (23/12/2022) mendesak negara-negara di Asia membantu menyelamatkan pengungsi Rohingya yang terdampar di lautan. Banyak penumpang kapal yang dikhawatirkan tewas karena kelaparan sejak terombang-ambing dalam waktu yang lama di Samudra Hindia.

Para pengungsi Rohingya diperkirakan menuju ke Malaysia dari Bangladesh. Mereka tidak memiliki kewarganegaraan dan tinggal di kamp-kamp pengungsian setelah melarikan diri dari kekerasan di Myanmar, negara asli mereka.

Baca Juga

"Cobaan dan tragedi yang mengejutkan ini tidak boleh berlanjut,” kata direktur UNHCR Asia-Pasifik Indrika Ratwatte dalam sebuah pernyataan Jumat, dikutip laman CNN International.

"Ini adalah manusia – pria, wanita, dan anak-anak. Kita perlu melihat negara bagian di kawasan ini membantu menyelamatkan nyawa dan tidak membiarkan orang mati," ujarnya menambahkan.

Sekitar 190 orang tetap berada di kapal setelah permohonan intervensi badan PBB sebelumnya diabaikan oleh beberapa negara Asia Selatan dan Tenggara. Lokasi kapal masih belum jelas. Namun pada Rabu, kapal diketahui berada di dekat wilayah India di Kepulauan Andaman dan Nikobar di Teluk Benggala. UNHCR mengatakan telah memberi tahu pusat penyelamatan laut India awal pekan ini untuk meminta tindakan segera.

Pada Jumat, UNHCR mengatakan menerima informasi yang belum diverifikasi bahwa kapal tersebut terlihat di utara Aceh, Indonesia. Dilaporkan kapal telah terpaut sejak akhir November ketika mesinnya mati.

Dalam sebuah pernyataan pada Kamis (22/12/2022), Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar Tom Andrews mengatakan pemerintah daerah harus mencegah hilangnya nyawa dan segera menyelamatkan dan memberikan relokasi segera ke Rohingya bagi yang terlantar. "Terlalu banyak nyawa Rohingya telah hilang dalam penyeberangan laut,” katanya.

"Semakin banyak orang Rohingya yang menggunakan rute laut dan darat yang berbahaya dalam beberapa minggu terakhir, yang menyoroti rasa putus asa dan putus asa yang dialami oleh Rohingya di Myanmar dan di wilayah tersebut," imbuhnya.

Menurut perkiraan PBB, sekitar 2.000 orang Rohingya telah melakukan perjalanan laut berisiko di tahun ini saja. Banyak dari mereka pergi dari kamp pengungsi Cox's Bazar yang penuh sesak di Bangladesh.

Kamp tersebut memang digambarkan sangat memprihatinkan kondisinya. Bahkan perempuan berisiko mengalami serangan dan kekerasan seksual.

Kamp-kamp telah membengkak selama lima tahun terakhir karena ratusan ribu Rohingya melarikan diri dari kampanye brutal pembunuhan dan pembakaran oleh militer Myanmar di negara bagian Rakhine barat. Kebakaran sering terjadi dan telah menghancurkan ratusan rumah, sementara banjir selama musim hujan sering memusnahkan gubuk-gubuk yang dibangun dengan buruk.

Putus asa untuk pergi, banyak yang membayar penyelundup ilegal untuk menyelundupkan mereka keluar dari kamp. Namun perjalanan berbahaya dari Cox's Bazaar ke Malaysia bisa memakan waktu berminggu-minggu dan kondisi di laut menantang.

Sementara itu semua negara terikat oleh hukum internasional untuk menyelamatkan orang-orang yang berada dalam kesulitan di laut. Tindakan cepat tidak selalu datang terutama terkait dengan pengungsi Rohingya. Penumpang telah ditolak dari beberapa negara, sementara wanita dilaporkan telah diserang selama perjalanan.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement