REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak kripto sebesar Rp 231,75 miliar periode Juni 2022 sampai 14 Desember 2022. Adapun realisasi tersebut terdiri pajak penghasilan (PPh) 22 atas transaksi aset kripto melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dalam negeri dan penyetoran sendiri Rp 110,44 miliar dan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri atas pemungutan oleh nonbendaharawan Rp 121,31 miliar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penerapan pajak kripto merupakan salah satu bentuk reformasi pajak terhadap penerimaan pajak yang akan terus dilakukan pemerintah. "Pajak kripto ini berlaku pada 1 Mei 2022, namun mulai dibayarkan dan dilaporkan pada Juni 2022," ujarnya, Sabtu (23/12/2022).
Selain pajak kripto, menurutnya, terdapat pula bentuk reformasi pajak lainnya sebagai implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yakni PPN PMSE sebesar Rp 9,66 triliun dari 134 PMSE. Secara rinci, realisasi PPN PMSE terdiri dari Rp 730 miliar pada Juli-Desember 2020, sebesar Rp 3,9 triliun pada Januari-Desember 2021, dan sebesar Rp 5,06 triliun pada Januari-14 Desember 2022.
Kemudian terdapat pula penerapan pajak layanan teknologi finansial (fintech) peer to peer (p2p) lending senilai Rp 209,8 miliar meliputi PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, sebesar Rp 88,15 miliar PPh 25 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri.