Sabtu 24 Dec 2022 13:30 WIB

Konflik di Keraton Surakarta, Pemerintah Diminta Turun Tangan

Keraton Surakarta meminta pemerintah agar turun tangan terkait konflik internal

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Abdi dalem melakukan perawatan rutin dan membersihkan bangunan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Solo, Jawa Tengah, Ahad (28/3/2021).
Foto: ANTARA/Maulana Surya
Abdi dalem melakukan perawatan rutin dan membersihkan bangunan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Solo, Jawa Tengah, Ahad (28/3/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Keraton Surakarta meminta pemerintah agar turun tangan terkait konflik yang kembali terjadi hingga berujung pada baku hantam. Kericuhan terjadi antara pihak Paku Buwono XIII dengan kubu Lembaga Dewan Adat (LDA) pimpinan GKR Koes Moertiyah.

Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Solo KRA Dani Nur Adiningrat di Solo, Sabtu (24/12/2022) mengatakan terkait dengan konflik yang terjadi pada Jumat (23/12/2022) petang tersebut perlu adanya keterlibatan pemerintah. "Kejadian ini adalah kejadian kekerasan yang terjadi beruntun, bukan cuma antara orang dan orang. Ini lebih saya sikapi adalah penyerangan terhadap para pelaku-pelaku budaya, tokoh budaya, masyarakat yang peduli budaya," katanya.

Baca Juga

Ia mengatakan keraton sebagai salah satu pilar penyangga budaya sehingga perlu dijaga kelestariannya termasuk keamanannya. "Mau dibawa ke mana, keraton kan merupakan kediaman raja. Abdi dalem (pelaksana operasional) diminta menjaga kalau diserang oknum mana pun artinya menyerang fisik dan kehormatan. Harapannya pemerintah turun tangan untuk mengamankan situasi, menjaga kondusivitas sinuwun (raja) dan keluarganya yang selama ini menjaga pilar kebudayaan bangsa dan diakui oleh pemerintah," ungkap Dani.

Termasuk mengenai penyerangan, ia meminta agar diusut tuntas siapa dalang di baliknya. "Di balik penyerangan ini ada apa sehingga jelas. Ini kan bermula dari dugaan pencurian dan pengancaman pada salah satu pembantu yang menjaga di keputren (bagian istana tempat tinggal para putri raja). Kok larinya ke penguasaan keraton," terangnya.

Mengenai keberadaan LDA, Dani menjelaskan tidak ada lembaga apa pun yang kewenangannya di atas raja. "Keraton itu di zaman PB XII hingga XIII ini tidak ada lembaga apa pun, atas nama apa pun yang lebih tinggi daripada raja. Kawasan adat ini adalah taat, patuh, dan tunduk pada pemimpinnya, tanpa terkecuali," katanya.

Konflik semalam bermula dari dugaan pemukulan terhadap salah satu kerabat keraton Sentono Ndalem Keraton Kasunanan Surakarta, KRA Christophorus Aditiyas Suryo Admojonegoro. "Akhirnya abdi dalem kami dapat dhawuh dalem untuk mengamankan area keraton. Maksudnya mengamankan adalah biar tidak lalu lalang sedemikian rupa, pintu itu ditutup. Ditutup tetapi menempatkan abdi dalem untuk jaga pintu tersebut," katanya.

Namun ternyata terjadi pemukulan terhadap abdi dalem oleh beberapa orang dengan membawa pentungan. "Ada yang pakai pentungan dan lain sebagainya sampai jatuhlah korban, ada sekitar 4-5 orang. Perlakuan ini sudah di batas kemanusiaan, di area cagar budaya yang harusnya dijunjung tinggi siapa yang bertugas," jelas Dani.

Dari pihak LDA yang diwakili oleh Kanjeng Pangeran Eddy S Wirabhumi mengatakan LDA yang berisi sebagian putra dan putri PB XII keberatan dengan penutupan pintu keraton secara sepihak oleh raja karena keraton merupakan aset bangsa sehingga jangan diperlakukan seperti rumah sendiri. "Nyatanya sekitar 50 orang memaksa mengunci semuanya. Ada oknum aparat dengan mengeluarkan pistol ya tentu takut. Ini perlu dapat perhatian serius dari pengampu kepentingan yang menaruh aparat di sini," kata suami dari GKR Koes Moertiyah tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement