REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Jaksa Paris mengatakan, pelaku pembunuhan tiga warga Kurdi mengakui motif kejahatannya adalah kebencian pada orang asing. Pelaku menembak hingga tewas dua pria dan seorang wanita di pusat budaya Kurdi dan cafe di dekatnya di distrik 10 Paris.
Penembakan yang dilakukan pria 69 tahun itu terjadi saat komunitas Kurdi di Ibu Kota Prancis bersiap memperingati 10 tahun kasus pembunuhan tak terpecahkan tiga orang aktivis. Peristiwa ini memicu unjuk rasa yang berakhir dengan bentrokan antara polisi dan demonstran.
Dalam pernyatannya, jaksa Laure Beccuau mengatakan, selama interogasi pelaku mengaku pada tahun 2016 rumahnya dirampok. "(Kejadian itu memicu) kebencian terhadap asing menjadi sangat patologis," kata Beccuau, Ahad (25/12/2022).
Pelaku menggambarkan dirinya sendiri depresif dan memiliki niatan bunuh diri. Pelaku berencana mengakhiri hidupnya dengan peluru terakhir usai penembakan.
Beccuau mengatakan, dalam penggeledahan di rumah orang tua pelaku, tempat pelaku tinggal, tidak ditemukan adanya hubungan dengan ideologi ekstremis. Awalnya pelaku mencari korban di pinggiran ibu kota, tapi tidak melanjutkan rencana itu setelah menemukan hanya sedikit orang yang tinggal di pemukiman tersebut.
Perwakilan masyarakat Kurdi menyebut penembakan pada Jumat (23/12/2022) itu sebagai serangan teror. Jaksa mengatakan, hingga Sabtu (24/12/2022), pelaku masih berada di unit psikiatri setelah interogasinya ditunda atas alasan kesehatan.
Ia menambahkan, dua dari tiga orang yang terluka dalam penembakan masih dirawat di rumah sakit, tapi nyawa mereka tidak dalam bahaya. Sebelumnya, jaksa mengatakan pelaku baru saja keluar dari tahanan menunggu sidang penyerangan ke perkemahan imigran di Paris satu tahun yang lalu.