Senin 02 Jan 2023 12:47 WIB

PBB dan Taliban Bahas Larangan Perempuan Bekerja di LSM

Larangan Taliban buat badan bantuan internasional tangguhkan operasi di Afganistan

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
 Seorang siswi Afganistan meninggalkan Institut Pendidikan Tinggi Mirwais Neeka di Kandahar, Afganistan, 21 Desember 2022. Taliban yang berkuasa telah melarang perempuan untuk kuliah di Afganistan, menurut perintah yang dikeluarkan pada 20 Desember 2022. Setelah mendapatkan kembali kekuasaan, Taliban awalnya bersikeras bahwa hak-hak perempuan tidak akan terhalang, sebelum melarang anak perempuan berusia di atas 12 tahun untuk bersekolah awal tahun ini. Utusan PBB untuk negara itu, Roza Otunbayeva, sekali lagi mengutuk penutupan sekolah menengah untuk anak perempuan, sebuah langkah yang menurutnya berarti tidak akan ada lagi siswa perempuan yang memenuhi syarat untuk masuk universitas dalam waktu dua tahun.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Seorang siswi Afganistan meninggalkan Institut Pendidikan Tinggi Mirwais Neeka di Kandahar, Afganistan, 21 Desember 2022. Taliban yang berkuasa telah melarang perempuan untuk kuliah di Afganistan, menurut perintah yang dikeluarkan pada 20 Desember 2022. Setelah mendapatkan kembali kekuasaan, Taliban awalnya bersikeras bahwa hak-hak perempuan tidak akan terhalang, sebelum melarang anak perempuan berusia di atas 12 tahun untuk bersekolah awal tahun ini. Utusan PBB untuk negara itu, Roza Otunbayeva, sekali lagi mengutuk penutupan sekolah menengah untuk anak perempuan, sebuah langkah yang menurutnya berarti tidak akan ada lagi siswa perempuan yang memenuhi syarat untuk masuk universitas dalam waktu dua tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Seorang pejabat senior PBB di Afghanistan bertemu dengan wakil perdana menteri pemerintah yang dipimpin Taliban pada Ahad (1/1/2023). Pertemuan ini bertujuan untuk membahas larangan perempuan bekerja untuk kelompok non-pemerintah (LSM) milik asing.

Keputusan pemerintah Taliban untuk melarang perempuan bekerja di LSM telah mendorong badan-badan bantuan internasional besar untuk menangguhkan operasi di Afghanistan. Larangan itu menimbulkan kekhawatiran bahwa warga Afghanistan akan kekurangan makanan, pendidikan, perawatan kesehatan, dan layanan penting lainnya. Lebih dari setengah populasi Afghanistan membutuhkan bantuan kemanusiaan yang mendesak.

Baca Juga

Wakil Kepala Misi PBB di Afghanistan, Potzel Markus, bertemu dengan Maulvi Abdul Salam Hanafi di Ibu Kota Kabul untuk membahas larangan tersebut. Mereka juga membahas pembatasan hak perempuan Afghanistan lainnya, seperti larangan untuk mengakses perguruan tinggi.

“Melarang perempuan untuk bekerja di organisasi non-pemerintah, menolak anak perempuan dan perempuan dari pendidikan dan pelatihan, merugikan jutaan orang di Afghanistan dan mencegah pengiriman bantuan penting kepada pria, wanita, dan anak-anak Afghanistan,” kata pernyataan Potzel.

Potzel adalah pejabat PBB terbaru yang bertemu dengan kepemimpinan Taliban di tengah meningkatnya kekhawatiran internasional atas pembatasan kebebasan perempuan di Afghanistan. Senin lalu, penjabat kepala misi PBB Ramiz Alakbarov bertemu dengan Menteri Ekonomi Qari Din Mohammed Hanif.

Pada 24 Desember, Hanif mengeluarkan larangan perempuan bekerja di LSM. Larangan ini diduga karena perempuan tidak mengenakan jilbab dengan benar selama bertugas. Hanif mengatakan, setiap organisasi yang tidak mematuhi perintah itu akan dicabut izinnya.

Badan-badan bantuan telah memberikan layanan dan dukungan penting dalam menghadapi krisis kemanusiaan yang memburuk di Afghanistan. Kembalinya kekuasaan Taliban di Afghanistan pada 2021, telah membuat ekonomi negara itu terpuruk serta mendorong jutaan orang ke dalam kemiskinan dan kelaparan. 

Para penguasa Taliban dijatuhkan sanksi oleh komunitas internasional. Sanksi tersebut antara lain penghentian transfer bank dan pembekuan aset asing Afghanistan. Sanksi ini telah membatasi akses Taliban ke lembaga global. Terlebih, dunia internasional belum mengakui pemerintah Afghanistan. Dana dari lembaga bantuan membantu menopang ekonomi negara yang bergantung pada bantuan kemanusiaan sebelum Taliban berkuasa.

Survei PBB menunjukkan, sepertiga LSM yang dipimpin oleh perempuan di Afghanistan terpaksa menghentikan 70 persen aktivitas mereka karena larangan tersebut. Sementara sekitar sepertiga lainnya telah menghentikan semua aktivitas mereka.

Departemen Wanita PBB mengatakan, 86 persen dari 151 organisasi yang disurvei telah berhenti atau berfungsi sebagian. Departemen Wanita PBB juga mengatakan, kurangnya partisipasi perempuan dalam distribusi bantuan berdampak signifikan pada penduduk Afghanistan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement