REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam pemilihan umum (pemilu) adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar. Ini disampaikannya untuk memastikan netralitas ASN dalam pemilu.
“Saya kira netralitas sudah ada aturannya, ASN itu harus netral itu sudah jelas, tidak bisa ditawar lagi,” kata Ma’ruf usai memimpin rapat Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) di Istana Wapres, Jakarta Pusat, Kamis (12/01/2023).
Sesuai aturan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. ASN juga diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Ma’ruf pun merespon kebijakan pemerintah yang membolehkan ASN menjadi panitia penyelenggara Pemilu 2024. Dia menilai, hal itu bukan berarti ASN boleh tak netral dalam Pemilu.
Sebab, netralitas juga mengikat panitia penyelenggara Pemilu. Sehingga, seorang ASN yang menjadi panitia pemilu akan tetap terjaga kewajiban netralitasnya.
“Sebagai penyelenggara (pemilu) kan memang harus netral. Jadi kalau (menjadi) penyelenggara itu tidak harus kemudian dia tidak netral, tetap netral, dan sifatnya juga ad hoc nanti selesai dia kembali menjadi ASN,” ujarnya.
Wapres juga menjelaskan alasan kebijakan pemerintah membolehkan ASN jadi panitia Pemilu, khususnya untuk daerah-daerah dengan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yang memenuhi kualifikasi sebagai panitia pemilu, seperti daerah terdepan , terpencil, tertinggal (3T).
“Keterlibatan ASN itu memang untuk daerah-daerah yang memang sulit untuk merekrut masyarakat sipil, sehingga ketika itu ada kesulitan, maka ASN ini menjadi semacam petugas ad hoc (sementara),” ujarnya.