Senin 16 Jan 2023 12:57 WIB

Imam Iran Salahkan Wanita tidak Berjilbab Sebagai Penyebab Kekeringan

Iran menghadapi kekeringan terburuk dalam 50 tahun.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Seorang wanita memegang plakat bergambar Mahsa Amini Iran saat dia menghadiri protes terhadap kematiannya, di Berlin, Jerman, Rabu, 28 September 2022. Amini, wanita berusia 22 tahun yang meninggal di Iran saat berada di polisi tahanan, ditangkap oleh polisi moralitas Iran karena diduga melanggar aturan berpakaian yang diberlakukan secara ketat. Imam Iran Salahkan Wanita tidak Berjilbab Sebagai Penyebab Kekeringan
Foto: AP Photo/Markus Schreiber
Seorang wanita memegang plakat bergambar Mahsa Amini Iran saat dia menghadiri protes terhadap kematiannya, di Berlin, Jerman, Rabu, 28 September 2022. Amini, wanita berusia 22 tahun yang meninggal di Iran saat berada di polisi tahanan, ditangkap oleh polisi moralitas Iran karena diduga melanggar aturan berpakaian yang diberlakukan secara ketat. Imam Iran Salahkan Wanita tidak Berjilbab Sebagai Penyebab Kekeringan

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Seorang imam Iran menyalahkan wanita yang tidak mengenakan jilbab akibat kurangnya curah hujan di seluruh negeri. Sebelumnya, telah berbulan-bulan terjadi protes nasional yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini yang berusia 22 tahun dalam tahanan polisi.

Amini meninggal pada September 2022 setelah penangkapannya oleh polisi moralitas Teheran. Amini ditangkap karena dugaan pelanggaran kode pakaian jilbab ketat Republik Islam untuk wanita. Ini menjadi penyebab protes terjadi berbulan-bulan, terjadi kerusuhan dan wanita menantang melepas jilbab mereka.

Baca Juga

Perwakilan pemimpin tertinggi di kota Karaj dan imam sholat Jumat Mohammad-Mehdi Hosseini Hamedani mengatakan gerakan melanggar melepas jilbab telah menyebabkan kurangnya curah hujan di seluruh wilayah negara. Hal ini dilaporkan situs berita Iran International pada Jumat lalu. Jilbab merupakan hal wajib di Iran.

Iran menghadapi kekurangan air yang parah di seluruh negeri dan menghadapi kekeringan terburuk dalam 50 tahun. Krisis air telah mempengaruhi rumah tangga, pertanian, dan peternakan, dan menyebabkan pemadaman listrik.

Hamedani menegaskan kembali kepatuhan terhadap jilbab harus ditegakkan secara ketat di masyarakat. Ia juga menggambarkan mereka yang melepas jilbabnya sebagai musuh yang harus dilawan oleh negara.

“Tidak mungkin membayangkan kita hidup di negara Islam ketika kita memasuki beberapa institusi, pusat perbelanjaan, apotek, dan lain-lain,” katanya.

Seruan ini ditujukan untuk pihak berwenang agar memperingatkan toko-toko dan mal yang melayani wanita yang telah melepas jilbab, pihak berwenang diseru menutup tokonya jika peringatan tidak cukup. Dilansir dari laman Al Arabiya, Senin (16/1/2023), ini bukan pertama kalinya seorang ulama Iran menghubungkan ritual Islam dengan kekeringan atau bencana alam.

Yousef Tabatabai Nejad, perwakilan pemimpin tertinggi di pusat kota Esfahan (Isfahan), mengatakan pada 2016 bahwa wanita yang membuka dan mengambil foto seperti orang Eropa adalah alasan sungai kota, Zayandeh-Roud (Zayanderud) menjadi kering. Ia menambahkan jika ini terus berlanjut, hulunya juga akan mengering.

Sejak September, protes di seluruh Iran telah meningkat menjadi seruan untuk diakhirinya rezim Islam, yang menjadi tantangan terbesar bagi para ulama sejak revolusi 1979 menggulingkan Syah. Pihak berwenang telah menanggapi dengan kekerasan mematikan yang telah menewaskan ratusan orang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement