REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Abdullah Azwar Anas mengatakan perlunya perlakuan sama dalam mengangani masalah kemiskinan ekstrem dan stunting seperti saat menanggulangi Covid-19. Azwar Anas menilai, perlu upaya dari semua lini untuk menghapus kemiskinan ekstrem dan menekan angka stunting hingga 14 persen pada 2024 mendatang.
"Ke depan arahan bapak Presiden ini semua mengeroyok tentang kemiskinan stunting seperti kita mengeroyok soal Covid-19," ujar Azwar saat paparan di Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) se-Indonesia Tahun 2023 di Sentul International Convention Centre (SICC), Sentul, Jawa Barat, Selasa (17/01/2023).
Azwar mengatakan, tidak hanya Kementerian/Lembaga terkait yang selama ini bersinggungan dengan masalah stunting dan kemiskinan ekstrem. Tetapi juga keterlibatan unsur lain yang ada di kabupaten/kota seperti kejaksaan negeri (kejari), Bintara Pembina Desa/Samudera/Angkasa (Babinsa) atau Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas).
"Kalau Babinsa Bhabinkamtibmas ikut keroyok stunting data kemiskinan di kampung-kampung yang belum diberesin dilaporkan ke desa, dilaporkan ke dinas. Insyaallah target bapak presiden untuk menyelesaikan stunting dan kemiskinan ekstrem akan tercapai jauh lebih cepat," ujarnya.
Untuk itu, dia mendorong semua pihak untuk bersama-sama dalam menuntaskan target penurunan stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem tersebut.
Selain itu, saat ini reformasi birokrasi (RB) difokuskan menjadi reformasi birokrasi tematik agar lebih fokus dan terukur, termasuk Reformasi Birokrasi Kemiskinan. Jika selama ini reformasi birokrasi diukur dari peningkatan nilai RB, tetapi dengan RB temarik maka diukur dari dampaknya.
"Kami perjelas termasuk contoh penanganan kemiskinan berarti itu harus meningkatkan daya beli. Menurunkan kemiskinan berarti harus meningkatkan pemerataan pendidikan dan menurunkan pengangguran," ujarnya.
Politikus PDIP ini mengatakan, selama ini di beberapa ke tempat, penanganan kemiskinan justru programnya tidak implementatif untuk menangani kemiskinan. Antara lain studi banding kemiskinan, seminar kemiskinan dan berbagai pertemuan-pertemuan tentang kemiskinan.
"Sehingga program ini tidak kemudian bisa dieksekusi dengan baik karena tata kelola anggarannya tidak cukup. Lalu seperti apa itu RB tematik itu, yang kita intervensi adalah mengurai dan menyelesaikan secara konkret akar masalah yang terkait dengan tata kelolanya," ujarnya.
Pemerintah hanya memiliki waktu dua tahun untuk menghapus kemiskinan ekstrem yang saat ini masih berada di angka 2,04 persen. Sedangkan saat ini angka prevalensi stunting masih sekitar 21,52 persen dari target 14 persen pada 2024.