Jumat 20 Jan 2023 07:46 WIB

Pemerintah Mulai Bahas RUU Perkoperasian

UU 25 Tahun 1992 dinilai sudah tidak sesuai dengan tantangan zaman.

Red: Fuji Pratiwi
Ilustrasi koperasi. Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (Seskemenkop UKM) Arif Rahman Hakim menyatakan pemerintah secara resmi mulai membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian dengan dimulainya Panitia Antar-Kementerian (PAK).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Ilustrasi koperasi. Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (Seskemenkop UKM) Arif Rahman Hakim menyatakan pemerintah secara resmi mulai membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian dengan dimulainya Panitia Antar-Kementerian (PAK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (Seskemenkop UKM) Arif Rahman Hakim menyatakan pemerintah secara resmi mulai membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian dengan dimulainya Panitia Antar-Kementerian (PAK).

"Ini menjadi momentum membangkitkan minat masyarakat untuk berkoperasi," ucapnya di Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Baca Juga

RUU Perkoperasian dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 2 Tahun 2023 yang beranggotakan wakil dari lintas kementerian/lembaga, seperti Kemenko Bidang Perekonomian, Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kemendagri, Kementerian Investasi/BKPM, OJK, Kejaksaan Agung, dan lain-lain.

RUU Perkoperasian diharapkan mulai dibahas Komisi VI DPR RI pada masa sidang kuartal II 2023, sehingga pada 2023 segera terbit UU Perkoperasian yang baru sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang diberlakukan kembali setelah UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dibatalkan dan dinyatakan tidak konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui judicial review.

"UU 25 Tahun 1992 dinilai sudah tidak sesuai dengan tantangan zaman dan kebutuhan koperasi di era digital," kata Arif.

Untuk itu Kemenkop UKM menginisiasi penyusunan RUU Perkoperasian yang melibatkan peran aktif gerakan koperasi dan pemangku kepentingan terkait lainnya.

Arif menambahkan, pemerintah bersama DPR RI periode 2014-2019 telah membahas RUU Perkoperasian yang disusun sebagai tindak lanjut putusan MK. Namun, RUU tersebut tidak berlanjut ke sidang paripurna, sehingga masuk dalam kategori Daftar Kumulatif Terbuka.

"Dengan status kumulatif terbuka, maka pembahasannya di Komisi VI DPR RI dapat dilakukan di luar program legislasi nasional," kata Arif.

Sementara itu Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM Ahmad Zabadi menyampaikan berbagai isu strategis pun telah dipetakan. Mencakup ketentuan permodalan, tata kelola koperasi, perluasan lapangan usaha, ketentuan kepailitan koperasi, dan sanksi pidana.

"Yang paling krusial adalah penguatan ekosistem perkoperasian, melalui pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS Koperasi), otoritas pengawasan simpan pinjam koperasi, serta komite penyehatan koperasi," kata Zabadi.

Kemenkop UKM telah menyerap aspirasi dari sejumlah daerah seperti Surakarta, Surabaya, Malang, Medan, Pontianak, Padang, Denpasar, Makassar, Yogyakarta, dan Jawa Barat, yang melibatkan gerakan koperasi, aparatur dinas koperasi, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya. Bahkan ada serial diskusi melalui daring agar menjangkau aspirasi lebih luas dan masif agar secara materiil dapat memenuhi rasa keadilan yang dikehendaki masyarakat.

"Semuanya dilaksanakan dalam rangka pemenuhan partisipasi yang bermakna, yang menjadi tolok ukur suatu produk hukum telah disusun secara formil dengan peran aktif masyarakat," ucap Zabadi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement