REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengapresiasi dukungan Indonesia untuk perempuan dan anak perempuan di Afghanistan. Hal itu disampaikan oleh Duta Besar (Dubes) AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield saat bertemu Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi di markas PBB di New York, Kamis (19/1/2023).
Dalam pertemuan tersebut, situasi di Afghanistan menjadi salah satu topik yang dibahas. “Dubes (Thomas-Greenfield) menegaskan kembali kebutuhan mendesak akan tindakan internasional untuk mengutuk dekret Taliban dan menegaskan kembali perlunya menghormati hak-hak dasar, termasuk hak atas pendidikan, untuk semua perempuan dan anak perempuan Afghanistan,” kata Juru Bicara Misi AS untuk PBB Nate Evans, seperti dikutip dalam keterangan pers yang dirilis Kedutaan Besar AS di Jakarta, Jumat (20/1/2023).
“Dubes (Thomas-Greenfield) juga berterima kasih kepada Menlu Retno atas dukungan terhadap pendidikan perempuan dan anak perempuan, termasuk melalui universitas dan organisasi Indonesia yang menjanjikan beasiswa bagi perempuan Afghanistan,” kata Evans.
Pada 20 Desember 2022 lalu, Taliban memberlakukan larangan berkuliah bagi perempuan Afghanistan. Larangan itu diterapkan dengan alasan untuk mencegah percampuran gender di universitas. Selain itu, Taliban meyakini terdapat beberapa mata kuliah yang diajarkan di kampus, tapi melanggar prinsip-prinsip Islam. Keputusan Taliban melarang perempuan Afghanistan berkuliah telah menuai kecaman dunia internasional.
Pada 8 Desember 2022 lalu, Indonesia menggelar “International Conference on Afghan Women’s Education” di Bali. Konferensi itu dihelat Indonesia bekerja sama dengan Qatar. Retno Marsudi mengungkapkan, setidaknya terdapat lima alasan mengapa penyelenggaraan konferensi tersebut sangat penting.
Pertama, yakni memperbarui situasi terkini di Afghanistan. Kedua, menegaskan dukungan untuk semua warga Afghanistan, tanpa terkecuali. Ketiga, menegaskan dukungan terhadap hak-hak perempuan Afghanistan. Keempat, mengidentifikasi kesenjangan dan mengumpulkan sumber daya guna mendukung pendidikan bagi kaum perempuan di Afghanistan. Kelima untuk memutuskan peta jalan ke depan.
“Acara ini unik karena tak hanya mengumpulkan perwakilan-perwakilan pemerintah, tapi juga organisasi-organisasi internasional, organisasi non-pemerintah, lembaga filantropis, dan komunitas bisnis. Secara keseluruhan terdapat 38 negara untuk organisasi internasional, sembilan organisasi non-pemerintah dan bisnis, sembilan pemimpin perempuan terkemuka dan akademisi. Ini menunjukkan kolektivitas dan persatuan kuat upaya internasional,” kata Retno dalam pengarahan pers bersama Wakil Menteri Luar Negeri Qatar Lolwah Rashid Al-Khater.
Retno mengungkapkan, selama konferensi berlangsung, dia menyarankan tiga halm. Pertama perlunya menciptakan situasi kondusif untuk partisipasi perempuan Afghanistan di masyarakat. Kekondusifan itu tak hanya harus diciptakan, tapi juga dipelihara.
Terkait hal itu, Retno mengatakan, salah satu upaya yang diambil Indonesia dan Qatar adalah dengan menggelar Trilateral Ulema Meeting di Doha, Juni lalu. “Kami akan mempertahankan keterlibatan dengan ulama-ulama Afghanistan di masa mendatang. Pada saat bersamaan, kita harus mendorong kemajuan dalam pembangunan pemerintahan inklusif yang menghormati hak-hak perempuan,” ujar Retno.
Hal kedua yang diusulkan Retno dalam konferensi adalah menjamin pendidikan untuk semua warga di Afghanistan. “Ini penting bagi kita untuk inovatif dan menggunakan semua alat yang tersedia, termasuk community education and distance learning,” ucapnya.
Terakhir, Retno mengusulkan tentang menggerakkan dukungan internasional. Dia menekankan, dukungan teknis dan keuangan dari semua pihak sangat disambut. “Indonesia sudah berkomitmen 1 juta dolar AS untuk mendukung perempuan Afghanistan,” ujar Retno.
Sementara itu, Lolwah Rashid Al-Khater menyampaikan terima kasih kepada Indonesia karena telah menyambut dia dan para peserta lain yang hadir dalam International Conference on Afghan Women’s Education. Lolwah pun memuji kepemimpinan Retno Marsudi dalam konferensi tersebut.
“Terkait konferensi ini, saya pikir ini batu loncatan luar biasa yang diharapkan bisa mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi kaum perempuan Afghanistan. Sejak Agustus 2021, Qatar telah menjanjikan dana 75 juta dolar AS. Sebagian besar dana ini disalurkan untuk pendidikan. Kami berharap akan ada investasi lebih pada masa mendatang,” ucap Lolwah.
Lolwah mengungkapkan, dalam kolaborasi dengan Indonesia, Qatar sudah membahas program beasiswa yang akan didedikasikan bagi kalangan pelajar atau mahasiswa Afghanistan, tak hanya perempuan, tapi juga laki-laki. “Di sini saya perlu menekankan, peran dari organisasi non-pemerintah (asal) Indonesia sangat luar biasa. Saya berharap kita akan melihat lebih seperti itu di Qatar dan juga negara-negara lain,” ucapnya.
Menurut Lolwah, program beasiswa juga menjadi salah satu poin penting yang dibahas dalam konferensi. Dia berharap, selain Indonesia dan Qatar, negara-negara lain dapat menyediakan program semacam itu untuk para pelajar Afghanistan.