Rabu 25 Jan 2023 22:08 WIB

KPK Tahan Mantan Panglima GAM Izil Azhar

Ia ditetapkan tersangka kasus gratifikasi pembangunan infrastruktur pada 2007 di Aceh

Rep: Flori Sidebang/ Red: Lida Puspaningtyas
Mantan Panglima GAM yang juga tersangka kasus gratifikasi Izil Azhar tiba di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/1/2023). Izil Azhar ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi yang juga melibatkan mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Izil Azhar masuk daftar pencarian orang KPK sejak tahun 2018.
Foto: REPUBLIKA
Mantan Panglima GAM yang juga tersangka kasus gratifikasi Izil Azhar tiba di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/1/2023). Izil Azhar ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi yang juga melibatkan mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Izil Azhar masuk daftar pencarian orang KPK sejak tahun 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Izil Azhar. Dia ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Aceh.

"Menjadi bagian dari kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka IA (Izil Azhar), untuk 20 hari pertama," kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (25/1/2023) malam.

Baca Juga

Penahanan terhadap Izil terhitung mulai tanggal 25 Januari-13 Februari 2023. Dia bakal ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK pada Kavling C1 Gedung ACLC, Jakarta. "(Penyidik) Sekaligus akan melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan (Izil Azhar)," ujar Johanis.

KPK sebelumnya juga telah menetapkan tersangka lainnya dalam kasus ini, yaitu Gubernur Aceh periode 2007-2012 dan 2017-2022, Irwandi Yusuf. Izil merupakan tangan kanan Irwandi.

Irwandi telah dijebloskan ke Lapas Sukamiskin pada tahun 2018. Namun, ia mendapatkan hak bebas bersyarat pada 25 Oktober 2022.

Sementara itu, Izil ditetapkan sebagai buron sejak tahun 2018. KPK menangkap dirinya di Banda Aceh pada Selasa (24/1/2023).

Adapun kasus ini bermula pada tahun 2007 sampai dengan 2012. Saat itu, Provinsi Aceh sedang melaksanakan proyek pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang Aceh yang pembiayaannya dari APBN.

Ketika proyek tersebut berjalan, Irwandi yang menduduki jabatan sebagai Gubernur Aceh diduga menerima uang sebagai gratifikasi dengan istilah 'jaminan pengamanan' dari pihak Board of Management (BOM) PT Nindya Sejati Joint Operation, yaitu Heru Sulaksono dan Zainuddin Hamid.

Sumber uang yang diserahkan oleh Heru Sulaksono dan Zainuddin Hamid diduga dari dana biaya konstruksi dan operasional proyek pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang Aceh.

Terkait penerimaan tersebut, Irwandi kemudian turut serta mengajak Izil sebagai orang kepercayaannya untuk menjadi perantara penerima uang dari Heru Sulaksono dan Zainuddin Hamid. Izil menjadi orang kepercayaan Irwandi karena sebelumnya pernah menjadi bagian tim suksesnya pada Pilkada Gubernur Aceh tahun 2007.

Penyerahan uang melalui Izil dilakukan secara bertahap dari tahun 2008-2011 dengan nominal bervariasi, mulai dari Rp 10 juta sampai dengan Rp 3 miliar. Totalnya diduga mencapai Rp 32,4 miliar.

"Sedangkan untuk lokasi penyerahan uang diantaranya di rumah kediaman tersangka IA (Izil Azhar) dan di jalan depan Masjid Raya Baiturahman Kota Banda Aceh," ungkap Johanis.

Selanjutnya, uang gratifikasi yang berjumlah Rp32,4 miliar itu digunakan untuk dana operasional Irwandi dan juga turut dinikmati Izil.

Atas perbuatannya, Izil disangkakan melanggar pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement