REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, meski penyelenggaraan Program JKN saat ini sudah mengalami banyak perbaikan di berbagai aspek, tetap ada sejumlah hal yang perlu ditingkatkan. Mulai dari isu kepesertaan, mutu layanan kesehatan, efektivitas pembiayaan, hingga soal pembiayaan.
“Dari aspek kepesertaan, ada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dipakai seluruh kementerian/lembaga untuk menentukan semua jenis bantuan sosial di negeri ini. Dampak DTKS ini besar sekali bagi masyarakat, sehingga perlu dukungan BPJS Kesehatan agar kepesertaan PBI benar- benar menjangkau orang yang benar-benar membutuhkan,” katanya dalam acara Diskusi Publik Outlook 2023: 10 Tahun Program JKN di Hotel Borobudur Jakarta, Senin (30/1/2023).
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP), Abetnego Tarigan mengungkapkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan Program JKN ke depan. Pertama, terkait peningkatan kualitas pelayanan, kemudian memastikan iuran terjangkau, dan upaya mewujudkan UHC.
Sementara Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, program JKN menjadi wujud konkrit transformasi pelayanan kesehatan yang menjangkau seluruh masyarakat. Yang diperlukan masyarakat saat ini adalah standarisasi pelayanan kesehatan, bukan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
"Kemudian dengan naiknya tarif pelayanan kesehatan, maka fasilitas kesehatan wajib meningkatkan mutu pelayanannya,” kata dia.
Diketahui, kepesertaan JKN melonjak pesat dari 133,4 juta jiwa pada tahun 2014 menjadi 248,7 juta jiwa pada 2022. Artinya, saat ini lebih dari 90 persen penduduk Indonesia telah terjamin Program JKN. Khusus untuk peserta JKN dari segmen non Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang mencakup Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), dan Bukan Pekerja, pada tahun 2014 berjumlah 38,2 juta jiwa. Tahun 2022, angka tersebut naik tajam menjadi 96,9 juta jiwa.
Dalam kurun waktu hampir 10 tahun, penerimaan iuran JKN juga mengalami peningkatan menjadi lebih dari Rp 100 triliun. Dari tahun 2014 sebesar Rp 40,7 triliun menjadi Rp 144 triliun pada tahun 2022 (unaudited).
Dian Fath Risalah