REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan komitmen untuk menuntaskan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe. Lembaga antirasuah ini menyebut, penyelesaian kasus tersebut menjadi momentum untuk membersihkan Bumi Cenderawasih dari tindak pidana korupsi.
"Momentum ini juga menjadi kesempatan yang tepat untuk berbenah dan membersihkan Tanah Papua dari tindakan dan perilaku-perilaku koruptif," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Selain itu, KPK juga akan terus berupaya mengedukasi masyarakat Papua. Sehingga dapat mencegah terjadinya rasuah di wilayah tersebut.
"KPK pun terus melakukan pendampingan berbagai upaya pencegahan dan edukasi antikorupsi bagi masyarakat Papua, baik pada jajaran pemerintah daerah, pelaku usaha, dunia pendidikan, ataupun masyarakat secara umum," ujar Ali.
Ali menambahkan, Lukas diharapkan dapat bersikap kooperatif selama pemeriksaan. Informasi darinya pun dapat mempercepat penanganan kasus ini.
Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua.
Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.
Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.