Jumat 10 Feb 2023 00:01 WIB

KPU Klaim Desain Surat Suara Lebih Sederhana di Sistem Proporsional Tertutup

KPU mengeklaim tak memihak atau mendukung salah satu sistem dalam pemilu.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Anggota KPU RI Idham Holik menyampaiakan arahan dalam Rapat Koordinasi Penyampaian Rancangan Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi Anggota DPRD Kabupaten/Kota Pasca Uji Publik dalam Pemilu Tahun 2024 Di Gedung KPU, Jakarta, Ahad (18/12/2022). Rapat koordinasi tersebut dilakukan KPU sebagai tahapan dan persiapan untuk mensukseskan Pemilu 2024. Republika/Prayogi
Foto: Republika/Prayogi
Anggota KPU RI Idham Holik menyampaiakan arahan dalam Rapat Koordinasi Penyampaian Rancangan Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi Anggota DPRD Kabupaten/Kota Pasca Uji Publik dalam Pemilu Tahun 2024 Di Gedung KPU, Jakarta, Ahad (18/12/2022). Rapat koordinasi tersebut dilakukan KPU sebagai tahapan dan persiapan untuk mensukseskan Pemilu 2024. Republika/Prayogi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner KPU Idham Holik mengaku, pihaknya sangat menanti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilihan legislatif (Pileg) yang akan digunakan dalam Pemilu 2024. Menurut UU Pemilu, sistem yang digunakan di Indonesia adalah proporsional terbuka. Namun, sistem ini tengah digugat ke MK oleh sejumlah pihak.

KPU menilai sistem yang digunakan akan sangat mempengaruhi persiapan hingga pelaksanaan pemilu. Idham mengaku, pengadaan logistik pemilu adalah salah satu hal yang sangat dipengaruhi sistem pileg. Sebab, masing-masing sistem punya implikasi langsung terhadap desain surat suara.

Baca Juga

"Sudah pasti dalam sistem pemilu proporsional tertutup desain surat suaranya simpel, sederhana. Cukup memuat lambang atau logo, nama serta nomor urut partai politik," kata Idham dalam sebuah diskusi daring, Kamis (9/2/2023).

"Berbeda dengan sistem proporsional terbuka di mana desain surat suaranya ... lebih kompleks. Ukuran surat suaranya pun lebih besar," ujat Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI itu menambahkan.

Selain memengaruhi desain surat suara, lanjut dia, sistem yang digunakan juga akan berimplikasi terhadap mekanisme pendaftaran calon anggota legislatif (caleg). KPU kini sedang memersiapkan sistem informasi berkaitan dengan mekanisme pendaftaran. Tahapan pendaftaran caleg dimulai pada 1 hingga 14 Mei 2023.

Namun, persipan itu harus tertunda karena sistem pileg belum diputuskan MK. Idham menambahkan, sistem pileg yang digunakan dalam Pemilu 2024 nanti juga akan memengaruhi pola dan beban kerja penyelenggara pemilu.

Dia memberikan contoh beban panitia pada Pemilu 2019, yang menggunakan sistem proporsional terbuka. Menurut Idham, beban penyelenggara di tingkat TPS sangat berat saat Pemilu 2019 karena mereka harus menyelesaikan penghitungan suara dan penulisan dokumen berita acara sampai larut malam, bahkan sampai berlanjut keesokan harinya.

Alhasil, banyak petugas yang kelelahan hingga meninggal dunia. "Berdasarkan data aktual yang kami rekam atau yang dilaporkan kepada KPU RI, penyelenggara kami yang wafat itu sebanyak 722 orang karena beban pekerjaan yang berat," kata Idham.

Dia pun memastikan akan berupaya mencegah peristiwa pilu itu berulang. Karena sistem pileg sangat berkaitan dengan persiapan hingga pelaksanaan Pemilu 2024, Idham menyebut lembaganya sangat menanti putusan MK. Kendati begitu, dia menyebut KPU tidak memihak atau mendukung salah satu sistem tersebut.

"Kami menegaskan bahwa kami ini adalah pelaksana UU Pemilu. Apapun sistem pemilu yang dimuat dalam UU Pemilu ataupun yang diputuskan Mahkamah Konstitusi, kami akan laksanakan," ujarnya.

Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai. Pemenang kursi anggota DPR ditentukan oleh partai lewat nomor urut caleg yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999. Kelemahan sistem ini menurut pakar adalah memperkuat kuasa elite partai.

Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg yang diinginkan ataupun partainya. Caleg yang mendapat suara terbanyak bakal memenangkan kursi parlemen. Sistem ini diterapkan sejak Pemilu 2009 hingga sekarang. Pakar menilai kelemahan sistem ini adalah maraknya praktik politik uang.

Pada November 2022 lalu, enam warga negara perseorangan, yang salah satunya kader PDIP, menggugat penggunaan sistem proporsional terbuka itu ke MK. Mereka meminta MK memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. MK kini masih menyidangkan perkara tersebut.

Sementara sidang bergulir, partai politik parlemen terpecah ke dalam dua kubu. Kubu pendukung sistem proporsional terbuka terdiri atas delapan parpol parlemen, mulai dari Golkar, Gerindra, PKB, hingga PKS. Sedangkan pendukung sistem proporsional tertutup hanya PDIP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement