REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menjelaskan tujuh poin yang diusulkan pemerintah dalam revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pertama adalah perubahan terhadap ketentuan Ayat 1, Ayat 3, dan Ayat 4 Pasal 27 mengenai kesusilaan, penghinaan, dan/atau pencemaran nama baik, dan pemerasan, dan/atau pengancaman.
Ayat-ayat dalam Pasal 27 tersebut akan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Poin kedua adalah perubahan ketentuan Pasal 28, sehingga hanya mengatur ketentuan mengenai berita bohong atau informasi menyesatkan yang menyebabkan kerugian materiil konsumen.
"Ketiga, penambahan ketentuan Pasal 28a di antara Pasal 28 dan Pasal 29 mengenai ketentuan SARA dan pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat," ujar Johnny dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR, Senin (13/2).
Empat, perubahan ketentuan penjelasan Pasal 29 mengenai perundungan atau cyber bullying. Selanjutnya, perubahan ketentuan Pasal 36 mengenai pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain.
Poin keenam, perubahan ketentuan Pasal 36 dalam UU ITE mengenai pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain. Terakhir adalah perubahan ketentuan Pasal 45a terkait pidana atas pemberitahuan bohong dan informasi menyesatkan yang menimbulkan keonaran di masyarakat.
"Perubahan UU ITE dilakukan terhadap beberapa ketentuan di antaranya terkait kesusilaan, berita bohong, perundungan, dan ancaman pidana yang menyertai ketentuan tersebut. Perubahan kedua UU ITE juga perlu diharmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP," ujar Johnny.
Wakil Ketua Komisi I Abdul Kharis meminta sembilan fraksi untuk menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU ITE. Setelah itu, DIM tersebut akan diserahkan kepada pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
"Pembahasan akan segera dilakukan setelah masa reses berlangsung, mudah-mudahan DIM bisa segera kami kirim untuk kemudian bahan rapat dalam forum bentuk panja pembahasan RUU," ujar Kharis.
Sebelumnya, DPR telah menggelar rapat paripurna ke-10 DPR Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023. Dalam forum tersebut, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan pihaknya telah menerima surat presiden (surpres) terkait revisi UU ITE.
Terungkap, surpres itu sudah diterima sejak 16 Desember 2021. Namun baru dibacakan dalam rapat paripurna pada November 2022. "Perlu kami beritahukan bahwa pimpinan DPR sudah menerima Surat dari Presiden Nomor R58 tanggal 16 Desember (2021) tentang Rancangan UU Perubahan kedua UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE," ujar Puan dalam rapat paripurna, Kamis (17/11/2022).
Puan tidak menjelaskan kenapa surpres itu baru dibacakan saat ini. Namun usai rapat tersebut, Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus menjelaskan, revisi UU ITE merupakan tugas dari Komisi I DPR. Dalam setahun terakhir, Komisi I tengah berkutat dan fokus dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi yang telah disahkan sebagai UU.