Kamis 16 Feb 2023 18:00 WIB

Demokrat Soal Revisi UU MK: Untuk Meloloskan dan Menyingkirkan Orang Tertentu

DPR kembali mengusulkan revisi UU Mahkamah Konstitusi.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman. Benny menilai tidak ada urgensi DPR merivisi UU Mahkamah Konstitusi (MK). (ilustrasi)
Foto: DPR RI
Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman. Benny menilai tidak ada urgensi DPR merivisi UU Mahkamah Konstitusi (MK). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman belum melihat adanya urgensi untuk merevisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Adapun undang-undang tersebut sudah direvisi sebanyak tiga kali dan terakhir disahkan pada September 2020.

"Ya (revisi UU MK) untuk ini, untuk meloloskan orang-orang tertentu saja dan menyingkirkan orang-orang tertentu," ujar Benny di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/2/2023).

Baca Juga

Kredibilitas MK, nilai Benny, sudah terganggu sejak lama. Bahkan tak segan ia menyebut, lembaga tersebut sudah tak dapat diharapkan lagi oleh masyarakat untuk menjaga konstitusi dan seakan berubah menjadi pelindung kekuasaan.

"Mahkamah Konstitusi telah berubah menjadi penjaga kekuasaan, itu harus disadari oleh hakim Mahkamah Konstitusi," ujar Benny.

"Saat ini saya hanya ingatkan MK jangan sekali-kali menjadi alat kekuasaan, itu kan peringatan," sambung Wakil Ketua Umum Partai Demokrat itu menegaskan.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan, pemerintah tak memiliki agenda untuk merevisi UU MK. Adapun undang-undang tersebut sudah direvisi sebanyak tiga kali dan terakhir disahkan pada September 2020.

"Cukup seru perdebatannya di internal pemerintah untuk menyikapi usul dari DPR ini. Diskusi yang kami undang para akademisi secara terpisah dengan para praktisi, pada umumnya meminta agar pemerintah menolak usul ini," ujar Mahfud dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (15/2/2023).

Namun, DPR memiliki hak dan kewenangan konstitusional untuk mengajukan revisi UU MK. Meskipun, lembaga legislatif tersebut baru mengesahkan revisi yang sama menjadi undang-undang pada dua tahun lalu.

"Ini sudah sesuai dengan prosedur dan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Maka pemerintah akan menggunakan kesempatan ini untuk menawarkan alternatif melalui daftar inventarisasi masalah yang menurut pemerintah merupakan upaya perbaikan dari keadaan yang sekarang," ujar Mahfud.

Jelasnya mewakili pemerintah, MK adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang dijamin kemerdekaannya oleh pasal 24 Ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Prinsip kekuasan kehakiman yang merdeka mengandung makna bahwa kekuasaan kehakiman harus bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna penegakan hukum dan keadilan.

Sehingga lembaga peradilan menghasilkan keputusan yang objektif dan tidak memihak. Oleh karena itu, harus pengaturan mengenai jaminan kemerdekaan kekuasaan kehakiman di Indonesia.

"Khususnya dalam konteks MK sebagai the soul interpreter and the guardian of the constitution mutlak diperlukan. Agar peran MK sebagai penafsir tunggal dan penjaga konstitusi dapat lebih optimal sesuai dengan harapan para pencari keadilan," ujar Mahfud.

 

photo
Hakim dan Pejabat Pengadilan terjerat KPK sejak 2015 - (republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement