Sabtu 18 Feb 2023 19:28 WIB

Guru Besar FH Unkris Ingatkan Vonis Mati Ferdy Sambo Bisa Berubah di Tingkat Kasasi

Ada celah hukum yang jadi dasar menggugurkan vonis hakim pengadilan tingkat pertama.

Red: Endro Yuwanto
Mantan Hakim Agung yang kini menjadi Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Prof Gayus Lumbuun.
Foto: Republika/Wihdan
Mantan Hakim Agung yang kini menjadi Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Prof Gayus Lumbuun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vonis hukuman yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terhadap para pelaku pembunuhan berencana Brigadir Yosua atau Brigadir J yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal, dan Richard Eliezer pada awal pekan ini, berpotensi berubah di pengadilan tingkat kasasi. Sebab masih ada celah hukum yang menjadi dasar untuk menggugurkan vonis hakim di pengadilan tingkat pertama.

Pakar hukum pidana yang sekaligus mantan Hakim Agung RI, Prof Gayus Lumbuun, menyatakan, vonis hukuman terhadap seseorang harus dilatarbelakangi motif perkara yang jelas dan itu harus diungkap secara terinci di persidangan.

Baca Juga

“Dalam sebuah vonis, nasib seseorang dan nilai-nilai keadilan dipertaruhkan,” kata Prof Gayus dalam keterangan persnya, Sabtu (18/2/2023).

Menurut Prof Gayus, dalam perkara kasus pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal, dan Richard Eliezer, tidak terungkap jelas apa sebenarnya yang menjadi motif dari pembunuhan berencana tersebut. Dengan alasan motif bukanlah merupakan bagian dari delik karenanya bisa dikesampingkan, maka majelis hakim kemudian memvonis Ferdy Sambo dengan hukuman mati, Putri 20 tahun penjara, Kuat 15 tahun penjara, dan Ricky 13 tahun penjara, serta Eliezer 1,6 tahun penjara.

Padahal, kata Prof Gayus, niat dan motif dalam tindak pidana merupakan dua elemen yang penting untuk membuat seseorang harus bertanggung jawab atas kejahatan yang diperbuatnya. "Ini juga merupakan sebuah doktrin."

Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Krisnadwipayana (Unkris) ini juga menjelaskan bahwa doktrin merupakan sumber hukum yang sifatnya formil. Oleh karena itu, hal yang menyangkut kepada motif dan niat tentu perlu dipertimbangkan dengan penuh.

“Kalau secara doktrinal, sebuah motif dikesampingkan bisa-bisa saja. Namun, dalam tataran praktis, demi keadilan dan menyangkut nasib orang, maka motif itu harus diungkapkan,” tegas Prof Gayus.

Sebab kalau motifnya tidak diungkap, jelas Prof Gayus, dikhawatirkan ada kekosongan dalam penanganan suatu perkara yang kurang lengkap pertimbangan hukumnya. Di sinilah nanti menjadi celah dimungkinkannya putusan hakim di pengadilan tingkat pertama dan kedua direvisi.

Prof Gayus menegaskan bahwa jaksa harus bisa mendalami apa motif Ferdy Sambo merencanakan pembunuhan Brigadir J. Dan jika hakim merasa paparan kasusnya tidak memiliki motif jelas, maka bisa dikembalikan ke jaksa penuntut umum (JPU) dan meminta untuk lebih digali apa yang menjadi motif sebenarnya.

“Bahkan kalau perlu digali lagi ada di bawahnya motif yakni, dasar motif. Hakim juga bisa meminta dilakukan persidangan tertutup untuk bisa mengungkap motif di balik pembunuhan berencana tersebut,” jelas Prof Gayus.

Beberapa waktu lalu, lanjut Prof Gayus, kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, pernah mengungkapkan bahwa kasus pembunuhan Brigadir J ada kaitannya dengan 303 (perjudian). “Ini kan juga bisa menjadi motif terjadinya pembunuhan berencana itu. JPU harus bisa menggali hal tersebut, apakah benar demikian atau ada motif lainnya.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement