REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika Fudhail bin Iyadh Rahmatullah Alaih sedang berada di Padang Arafah pada musim haji, dia menyaksikan orang-orang berdoa kepada Allah dengan sungguh-sungguh. Suasana itu membuatnya teringat kembali akan dosa-dosanya di masa lalu.
Fudhail pun menangis tiada henti. Suara tangisnya bagikan suara tangis seorang ibu yang ditinggal kematian anaknya.
Dia telah bertaubat dengan sungguh-sungguh, dan membaktikan dirinya hanya untuk Allah. Pada malam harinya, dia menengadahkan mukanya ke langit dan berdoa:
"Ya Allah, walaupun engkau telah mengampuni dosa-dosaku, aku tetap akan menangis karena kemalangan nasibku dan keburukan amalanku."
Kisah ini dimuat dalam buku 198 Kisah Haji Wali-Wali Allah yang ditulis oleh Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny.
Seperti diketahui, Fudhail bin Iyadh tadinya adalah seorang perampok. Namun, dia bertaubat dengan sungguh-sungguh ketika saat hendak merampok di suatu rumah, sang tuan rumah sedang membaca Alquran surah al-Hadid ayat 16:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ ٱللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ ٱلْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَٰسِقُونَ
“Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.”
Setelah taubat, dia mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh. Bahkan, dia menjadi ulama besar dan pernah menjadi guru dari Imam Syafii.