REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kuasa hukum D (17 tahun) yang menjadi korban penganiayaan pada Senin (20/2/2023) lalu, meminta pelaku dijerat dengan pasal perencanaan pembunuhan. Fakta-fakta yang terungkap selama ini dinilai mengarah kepada perencanaan pembunuhan.
"Pada prinsipnya sesuai fakta hukum yang ada mengarah ke pasal itu. Kami saat ini kejarnya juga di Pasal 354 Pasal 355, di sana kan ada perencanaan. Sehingga bisa sampai perencanaan pembunuhan," jelas kuasa hukum David, M Syahwan Arey yang juga dari LBH Ansor, Sabtu (25/2/2023).
Menurutnya, penganiayaan yang dilakukan kepada David tidak dilakukan secara serta-merta, melainkan direncanakan terlebih dahulu. Pertemuan pelaku dengan korban hingga terjadi tindakan penganiayaan dinilai telah menunjukkan perencanaan.
Syahwan mengatakan pihaknya mendorong kepolisian untuk menerapkan sangkaan pasal tersebut kepada pelaku. Perencanaan disebutnya dapat dilihat dari kronologi yang telah terungkap saat ini.
"Karena awalnya mereka sudah merencanakan untuk bertemu dengan korban. Dari situ, itu kita melihat CCTV yang beredar, itu sudah maksud ke sana karena itu penganiayaan berat dengan tidak menggunakan emosional seperti manusia lagi. Ini tindakan itu sudah berindikasi ke sana (pembunuhan)," ujarnya.
Polisi telah menetapkan Mario Dandy atau MDS dan Shane atau S menjadi tersangka dan ditahan atas kasus dugaan kekerasan terhadap korban. Dua tersangka itu diduga terlibat dalam kasus penganiayaan dalam keadaan sadar berdasarkan hasil tes urine yang negatif narkoba.
MDS dijerat Pasal 76c juncto Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 2 tentang penganiayaan berat.
Sementara tersangka S dijerat Pasal 76C Juncto Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku diancam pidana penjara paling lama lima tahun.