Ahad 26 Feb 2023 13:17 WIB

AS dan Uni Eropa Tolak Proposal Perdamaian Rusia-Ukraina yang Ditawarkan Cina

AS dan Uni Eropa menganggap Cina telah memihak Rusia

Rep: Amri Amrullah/ Red: Esthi Maharani
Bunga ditempatkan oleh Presiden Joe Biden di Tembok Peringatan Pembela Ukraina yang Jatuh dalam Perang Rusia-Ukraina dengan foto tentara yang terbunuh di Kyiv, Ukraina, Senin, 20 Februari 2023.
Foto: AP Photo/Efrem Lukatsky
Bunga ditempatkan oleh Presiden Joe Biden di Tembok Peringatan Pembela Ukraina yang Jatuh dalam Perang Rusia-Ukraina dengan foto tentara yang terbunuh di Kyiv, Ukraina, Senin, 20 Februari 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Konfrontasi AS dengan Cina atas perang Rusia di Ukraina, ikut bergejolak setelah peringatan satu tahun dimulainya invasi. Ini didasari penolakan Washington dan sekutunya Uni Eropa atas rencana usulan perdamaian yang diajukan Beijing.

Lebih dari itu, bahkan AS menyasar Cina, dengan mengumumkan sanksi baru terhadap perusahaan-perusahaan Cina yang dituduh membantu Rusia memperpanjang konflik Ukraina. Perdebatan atas proposal perdamaian Cina juga terbawa ke pertemuan khusus Dewan Keamanan PBB.

Namun Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan tegas menolak proposal perdamaian 12 poin yang dirilis Cina pada Jumat pagi tersebut. Hal ini sebagaimana dilaporkan CNN bahwa Beijing seharusnya mengakhirinya setelah poin pertama, yang menyerukan "menghormati kedaulatan semua negara".

Penolakan Sullivan sejalan dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Kanselir Jerman Olaf Scholz, yang menyiratkan bahwa proposal Beijing tidak mengubah pandangan mereka bahwa Cina telah memihak Rusia.

Analis Grup Eurasia, Clayton Allen dan Anna Ashton mengatakan bahwa proposal Cina sangat bias terhadap Moskow - bahkan lebih terkesan bermusuhan dengan Washington dan sekutunya. Justru jika dibandingkan dengan komentar diplomat tinggi Beijing Wang Yi untuk Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di Jerman minggu lalu.

“Meskipun beberapa dari 12 poin mengungkapkan kekhawatiran Cina atas tindakan yang terutama terkait dengan Rusia, namun terkesan masih menggemakan pembenaran invasi Rusia dan sebagian besar dapat dibingkai oleh Rusia sebagai pendukung posisi Moskow,” kata Allen dan Ashton dalam catatan penelitiannya.

"Pendekatan Cina menunjukkan bahwa mereka berjalan di atas tali diplomatik untuk memperkuat hubungan dengan Rusia - sekutu geostrategis utama dan penyeimbang ke Barat - sambil menghindari posisi yang dipandang secara terbuka memusuhi tujuan Barat," tambah mereka.

Ditanya apakah pemerintahan Presiden AS Joe Biden melihat proposal China sebagai "tipu muslihat", juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby menyetujui komentar Sullivan bahwa dokumen itu seharusnya dihentikan setelah seruan untuk menghormati kedaulatan. Dia menolak untuk menggambarkannya lebih jauh.

Di New York, di Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat lalu, AS tetap berkomitmen untuk kemenangan Ukraina, sementara Cina mengajukan rencananya.

Menggambarkan negosiasi diplomatik jangka panjang sebagai "satu-satunya cara yang tepat" untuk menyelesaikan krisis, perwakilan China, Dai Bing, mendesak komunitas internasional untuk menciptakan platform bagi Rusia dan Ukraina untuk mengadakan pembicaraan tanpa prasyarat apa pun.

"Mengembalikan pihak-pihak yang berkonflik ke meja perundingan tidak akan mudah, tetapi ini adalah langkah pertama menuju solusi politik", kata Dai, kuasa usaha di Misi Permanen China untuk PBB.

Blinken, bagaimanapun, memperingatkan bahwa sangat penting untuk memastikan bahwa Rusia tidak diizinkan untuk menggunakan gencatan senjata "tanpa syarat." Sementara dalam pertempuran, pasukan Rusia bisa saja memanfaatkan untuk "beristirahat, mempersenjatai kembali, dan menyerang kembali".

"Anggota dewan PBB tidak boleh dibodohi oleh seruan untuk gencatan senjata sementara atau tanpa syarat," kata Blinken.

"Rusia akan menggunakan jeda dalam pertempuran untuk mengkonsolidasikan kendali atas wilayah yang direbut secara ilegal dan mengisi kembali pasukannya untuk serangan lebih lanjut," tambahnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement