REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING — Cina mengaku tidak memiliki motif tersembunyi dan tidak berusaha mengisi kekosongan apa pun di Timur Tengah. Beijing sebelumnya menjadi tuan rumah pembicaraan Iran dan Arab Saudi untuk membangun kembali hubungan diplomatik.
Kementerian Luar Negeri Cina, mengutip juru bicara, Sabtu (11/3/2023), mengatakan, Cina tidak mengejar kepentingan egois apa pun. Beijing pun menentang persaingan geopolitik di wilayah tersebut.
Cina akan terus mendukung negara-negara Timur Tengah dalam menyelesaikan perbedaan melalui dialog dan konsultasi. Tindakan ini dinilai sebagai upaya bersama-sama mempromosikan perdamaian dan stabilitas abadi.
Baca juga : Arab Saudi dan Iran Kembali Mesra, Apa Dampaknya dan Siapa Gelisah?
“Kami menghormati status negara-negara Timur Tengah sebagai penguasa kawasan ini dan menentang persaingan geopolitik di Timur Tengah,” ujar pernyataan yang dimuat di laman Kementerian Luar Negeri Cina.
“Cina tidak memiliki niat untuk dan tidak akan berusaha mengisi apa yang disebut kekosongan atau membuat blok eksklusif,” kata pernyataan tersebut merujuk pada Amerika Serikat (AS).
Juru bicara tersebut menegaskan, Beijing akan terus menyumbangkan wawasan dan proposalnya untuk mewujudkan perdamaian dan ketenangan di Timur Tengah. “Memainkan perannya sebagai negara besar yang bertanggung jawab dalam proses ini," ujarnya.
Perjanjian yang memperbaiki hubungan Iran-Saudi terjadi pada Jumat (10/3/2023). Kesepakatan yang akan membuka kembali kedutaan setelah tujuh tahun dipandang sebagai kemenangan diplomatik besar bagi Cina, karena negara-negara Teluk Arab menganggap AS mengurangi kehadirannya di Timur Tengah.
Baca juga : Iran-Saudi, Berseteru Kemudian Berdamai
Menyusul pengumuman itu, diplomat senior Cina Wang Yi mengatakan, perjanjian itu menunjukkan Cina adalah mediator yang andal. “Dunia ini memiliki lebih dari sekadar masalah Ukraina dan masih banyak masalah yang mempengaruhi perdamaian dan kehidupan manusia," ujarnya.
Cina telah banyak dikritik karena gagal mengutuk invasi Rusia dan menuduh AS dan NATO memprovokasi konflik. Namun, di Timur Tengah, Cina dipandang sebagai pihak yang netral, memiliki ikatan kuat dengan Iran dan Arab Saudi, serta Israel dan Otoritas Palestina.
Cina bulan lalu menjamu Presiden Iran Ebrahim Raisi dan merupakan pembeli utama minyak Saudi. Presiden Cina Xi Jinping mengunjungi Riyadh pada Desember untuk pertemuan dengan negara-negara Teluk Arab.