REPUBLIKA.CO.ID, BAGDAD – Ketika Hazem Mohammed pertama kali mendengar bahwa pasukan Amerika Serikat telah menggulingkan Saddam Hussein, dia mengira akan dapat menemukan saudara laki-lakinya, yang telah ditembak mati dan dibuang di kuburan massal setelah pemberontakan yang gagal melawan pemerintahan Saddam pada 1991.
Hazem Mohammed, insinyur Irak, bukan satu-satunya warga Irak yang kehilangan kerabatnya setelah invasi pimpinan Amerika Serikat pada Maret 2003.
Saat itu, kerabat dari puluhan ribu orang yang terbunuh atau hilang di bawah diktator Saddam Hussein itu yakin akan segera mengetahui nasib orang-orang terkasih yang hilang.
Dua puluh tahun kemudian, Mohammed, yang terkena dua peluru tetapi selamat dari pembunuhan massal yang menewaskan saudaranya, dan banyak orang Irak lainnya masih menunggu jawaban hingga sekarang.
Lusinan kuburan massal telah ditemukan, dan menjadi saksi atas kekejaman yang dilakukan di bawah Partai Baath pimpinan Saddam. Tetapi pekerjaan untuk mengidentifikasi korban pembunuhan bersejarah tergolong lambat dan parsial dalam kekacauan dan konflik yang melanda Irak dalam dua dekade terakhir.
"Ketika saya melihat bagaimana kuburan massal dibuka, secara acak, saya memutuskan untuk merahasiakan lokasi kuburan sampai negara yang lebih kuat terbentuk," kata Mohammed, dikutip dari Middle East Monitor, Senin (13/3/2023).
Saat penggalian dilakukan berlarut-larut, lebih banyak kekejaman dilakukan dalam konflik sektarian, di tengah ketegangan antara kelompok bersenjata, seperti militan Alqaeda dan ISIS, serta milisi Muslim Syiah.
Kini Irak memiliki salah satu negara dengan jumlah orang hilang tertinggi di dunia, menurut Komite Palang Merah Internasional, yang memperkirakan jumlah total mencapai ratusan ribu orang.
Butuh 10 tahun lagi sebelum Mohammed memimpin tim ahli ke lokasi di mana dia, saudara laki-lakinya, dan lainnya ditangkap saat pasukan Saddam menumpas pemberontakan pada akhir Perang Teluk 1991.
Pada saat itu, mereka dipaksa berlutut di samping parit yang digali di pinggiran selatan kota Najaf, dan ditembak. Puluhan ribu warga Irak dibunuh oleh pasukan Saddam selama pemerintahannya.
Sisa-sisa 46 orang digali dari situs tersebut, yang sekarang dikelilingi oleh pertanian, tetapi saudara laki-laki Mohammed tidak pernah ditemukan. Dia yakin lebih banyak mayat masih ada di sana, belum ditemukan.
"Negara yang tidak berurusan dengan masa lalunya tidak akan mampu menghadapi masa kini atau masa depannya. Pada saat yang sama, saya terkadang memaafkan pemerintah. Mereka memiliki begitu banyak korban yang harus dihadapi," ujar Mohammed.
Menurut Martyrs Foundation, sebuah badan pemerintah yang terlibat dalam mengidentifikasi para korban dan memberikan kompensasi kepada kerabat mereka, lebih dari 260 kuburan massal telah digali. Puluhan kuburan massal masih ditutup.
Baca juga: Arab Saudi-Iran Sepakat Damai Diprakarsai China, Ini Reaksi Amerika Hingga Negara Arab
Tetapi sumber daya terbatas untuk tugas sebesar itu. Di bagian Kementerian Kesehatan di Bagdad, sebuah tim yang terdiri dari sekitar 100 orang memproses jenazah dari kuburan massal.
Kepala tim tersebut, Yasmine Siddiq, mengatakan mereka telah mengidentifikasi dan mencocokkan sampel DNA sekitar 2.000 orang, dari sekitar 4.500 jenazah yang digali.
Berjajar di rak ruang penyimpanannya adalah sisa-sisa korban dari perang Iran-Irak 1980-1988. Seperti tengkorak, peralatan makan, jam tangan, dan barang-barang lain yang dapat membantu mengidentifikasi korban.