Senin 20 Mar 2023 11:32 WIB

Pedagang Baju Bekas Impor (Thrifting) di Pasar Cimol Gedebage: Sepi Pisan, Pembeli tak Ada

Menurut pedagang, pakaian bekas impor bisa membantu kalangan menengah ke bawah.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Irfan Fitrat
Penjual menata pakaian bekas di salah satu kios Pasar Cimol Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/3/2023).
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Penjual menata pakaian bekas di salah satu kios Pasar Cimol Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/3/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Kebijakan pemerintah pusat yang melarang impor pakaian bekas dipertanyakan pedagang di Pasar Cimol Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat. Larangan itu dinilai menyulitkan pedagang pakaian bekas impor, apalagi setelah dampak pandemi Covid-19.

Salah satu pedagang pakaian bekas impor di Pasar Cimol Gedebage, Rian Priatna, mengaku, omzetnya menurun saat pandemi. Sekarang pemerintah malah melarang impor pakaian bekas. Menurut dia, beberapa hari terakhir ini gudang pakaian bekas impor tutup. “Jualan masih tenang, hanya pembeli tidak ada. Mereka takut ditangkap dan gudang-gudang sudah tutup,” kata dia, Senin (20/3/2023).

Menurut Rian, petugas dari Bea Cukai dan Polda Jawa Barat sempat melakukan pengecekan ke Pasar Cimol Gedebage. Ia merasa kebijakan pemerintah yang melarang impor pakaian bekas ini berdampak terhadap aktivitas jual beli. “Sepi pisan. Ada pengunjung ketakutan, takut disita barang,” katanya.

Rian mengaku sudah sekitar 12 tahun usaha pakaian bekas. Ia biasa menjual produk Jepang dan Korea Selatan, yang didapat dari Malaysia dan Singapura. Ia mengaku menjual pakaian bekas ini secara grosir. “Kalau saya grosir, untuk dijual lagi. Ngecer langka, satu atau dua,” ujar dia.

Baca juga : Galeri Rasulullah di Masjid Raya Al Jabbar akan Dibuka 4 Ramadhan

Menurut Rian, pada masa pandemi, banyak konsumen beralih ke thrifting pakaian bekas impor. Ia mengatakan, usaha thrifting pun menjamur di Indonesia.

Ia menilai, keberadaan usaha thrifting ini dapat menjadi pilihan konsumen kalangan menengah ke bawah. “Kalau membeli produk kita (lokal), bahan dan harga beli tidak sanggup orang kita,” katanya.

Sepengetahuan Rian, sejumlah pelaku konfeksi pun beralih ke usaha pakaian bekas impor. Mereka disebut melakukan custom pakaian bekas impor. Namun, kata dia, dengan adanya larangan impor pakaian bekas, membeli bahan kini sulit dan pengunjung pun berkurang.

Padahal, menurut Rian, tidak semua konsumen mampu membeli pakaian baru, utamanya kalangan menengah ke bawah. “Dengan ada barang ini (pakaian bekas impor), yang mau gaya, bisa, enggak perlu mahal. Sedangkan orang Indonesia ingin murah, tapi bagus (kualitas),” ujar dia.

Karena itu, Rian mengatakan, para pedagang meminta kejelasan terkait kebijakan larangan impor pakaian bekas ini. Di sisi lain, ia juga heran produk lokal yang KW atau barang tiruan tidak ditindak.

Baca juga : Kehilangan Motor, Warga Bisa Cek ke Polsek Indihiang Tasikmalaya

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement