Senin 20 Mar 2023 21:16 WIB

Masyarakat Masih Suka Makanan yang Diolah dengan Minyak Jelang Ramadhan

Masyarakat masih berniat mempertahankan lebih banyak daging dan olahan dengan minyak.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Qommarria Rostanti
Penjual makanan berbuka puasa (ilustrasi). Berdasarkan sebuah penelitian, diketahui bahwa masyarakat Indonesia  masih berniat mempertahankan pola dan bentuk makan yang sama bahkan cenderung lebih banyak daging dan olahan dengan minyak.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Penjual makanan berbuka puasa (ilustrasi). Berdasarkan sebuah penelitian, diketahui bahwa masyarakat Indonesia masih berniat mempertahankan pola dan bentuk makan yang sama bahkan cenderung lebih banyak daging dan olahan dengan minyak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks keinginan berperilaku makan berkelanjutan (sustainable eating intention index) masyarakat Indonesia menjelang Ramadhan pada tahun ini cenderung rendah. Perilaku yang paling tidak sustainable (berkelanjutan) adalah aspek pilihan jenis dan bahan makanan.

"Secara mayoritas responden berniat tetap ingin mengonsumsi makanan dari daging, serta (makanan yang) diolah dengan minyak olahan," ujar peneliti utama dan Ketua Health Collaborative Center (HCC) dr Ray Wagiu Basrowi dalam paparan hasil studinya di Jakarta, Senin (20/3/2023).

Baca Juga

Hasil tersebut diperoleh dari penelitian survei HCC terhadap 2.531 responden. Menurut konsep pangan berkelanjutan, sebaiknya pola konsumsi yang kaya dengan ikan atau nabati dinilai lebih sustainable. "Namun studi kami ini menunjukkan jelang puasa ini masyarakat masih berniat untuk mempertahankan pola dan bentuk makan yang sama bahkan cenderung lebih banyak daging dan olahan dengan minyak," ujar Ray.

Meski begitu, Ray mengungkapkan ada beberapa temuan indeks pola makan berkelanjutan yang dikategorikan baik. Salah satunya adalah niat atau intensi responden untuk menyimpan kelebihan makanan pada saat buka puasa dan menjadikannya sebagai menu sahur.