REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menilai penghapusan pendidikan untuk anak-anak perempuan di Afghanistan sangat diskriminatif. Karenanya, PBB mendesak pemerintah Taliban untuk membuka kembali sekolah bagi anak perempuan di semua tingkatan.
"Penyangkalan atas pendidikan sekolah menengah dan akses ke universitas jelas diskriminatif, sangat menyusahkan anak perempuan dan perempuan--bersama dengan keluarga dan komunitas mereka--dan sangat merusak negara secara keseluruhan," kata Juru Bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Marta Hurtado dalam jumpa pers pada Selasa (21/3/2023).
Dia mencatat bahwa minggu ini anak-anak perempuan di Afghanistan seharusnya memulai tahun ajaran baru di sekolah menengah, dengan membawa harapan dan cita-cita mereka. Namun selama setahun terakhir, kata dia, anak-anak perempuan di negara itu tidak diizinkan mengikuti kelas dari tingkat 6 sampai 12.
"Kami mendesak otoritas de facto untuk membuka sekolah bagi anak perempuan di semua tingkatan, serta universitas," tutur Hurtado.
Dia menggarisbawahi bahwa dengan menolak hak pendidikan anak perempuan dan perempuan, mereka dibiarkan rentan terhadap kekerasan, kemiskinan, dan eksploitasi--sehingga bisa melemahkan setengah populasi Afghanistan.
Menegaskan bahwa tindakan Taliban tersebut kontraproduktif dan tidak adil, Hurtado mengingatkan bahwa diskriminasi struktural tersebut juga sangat merusak kemungkinan pemulihan dan pembangunan negara itu di masa depan.
Untuk itu, dia mendesak Taliban untuk memenuhi janjinya dalam memberikan hak pendidikan bagi anak perempuan dan perempuan di Afghanistan.
"Kantor kami mendesak agar mereka menghormati janji ini, tanpa penundaan," ujar Hurtado.
Setelah kembali berkuasa di Afghanistan pada 2021, atau 20 tahun setelah hengkangnya pasukan Barat pimpinan AS dari Kabul, Taliban kemudian melarang anak perempuan mendapatkan pendidikan di sekolah menengah dan di universitas.