REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr mengatakan bahwa penggunaan minyak jelantah sangat berbahaya bagi kesehatan, mulai dari meningkatkan risiko kanker hingga menjadi sumber berbagai penyakit lainnya seperti obesitas.
"Selain meningkatkan risiko kanker, minyak jelantah juga bisa menjadi sumber munculnya berbagai penyakit seperti infeksi bakteri, obesitas, hingga penyakit degeneratif," kata Sedarnawati melalui keterangannya, Rabu.
Ia menjelaskan, minyak jelantah dapat menjadi media penyerapan radikal bebas yang akan ikut terserap ke dalam makanan yang digoreng. Zat tersebut kemudian akan menjadi karsinogen penyebab kanker yang akan menyerang sel tubuh seseorang yang mengonsumsi makanan tersebut.
Penelitian para ahli dari University of the Basque Country di Spanyol menunjukkan minyak jelantah mengandung senyawa organik aldehid yang dapat berubah menjadi zat karsinogen yang memicu penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung, alzheimer, dan parkinson.
Sedarnawati juga mengatakan, minyak goreng yang sudah dipakai berkali-kali juga menjadi sarang untuk perkembangbiakan berbagai jenis bakteri. "Bakteri tersebut hidup dan berkembang dengan memakan remah-remah sisa gorengan yang mengendap di minyak jelantah atau yang menempel pada wajan," ujar Sedarnawati.
Selain itu, minyak jelantah juga mengandung kadar kalori dan lemak trans yang akan terus meningkat. Ini lah yang akan memicu obesitas, yang akhirnya dapat berujung pada berbagai komplikasi serius seperti diabetes atau penyakit jantung.
Di samping aspek kesehatan, Sedarnawati yang juga merupakan auditor senior Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) itu mengatakan, minyak jelantah juga perlu dicermati aspek kehalalannya.
Menurutnya, risiko mengonsumsi minyak jelantah yang tidak halal menjadi lebih tinggi ketika masyarakat membeli gorengan dari para penjaja makanan yang belum bersertifikat halal.
"Pedagang jenis ini umumnya menggunakan minyak jelantah yang dibeli dari restoran kemudian dimurnikan kembali. Memang lebih hemat, namun sangat diragukan kehalalannya, karena tidak diketahui minyak goreng tersebut sebelumnya digunakan untuk menggoreng makanan halal atau tidak," jelas Sedarnawati.
"Jika minyak goreng di restoran tadi digunakan untuk memasak makanan yang tidak halal, maka jelantahnya juga menjadi tidak halal," lanjutnya.
Untuk itu, ia pun mengingatkan masyarakat untuk selalu membeli minyak goreng yang telah bersertifikat halal, kemudian hindari gunakan minyak goreng secara berulang-ulang. "Maksimal penggunaan cukup dua sampai tiga kali penggorengan sambil dicermati perubahan warnanya," katanya.
Kemudian, ia menambahkan, hindari membeli minyak goreng jelantah yang tidak jelas sumbernya dan jika ingin membeli gorengan, pastikan pedagangnya menggunakan minyak goreng yang bersertifikat halal dan bukan minyak jelantah.