REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian baru menunjukkan praktik pemberian antibiotik oleh dokter atau penyedia layanan kesehatan pada sebagian besar orang yang dirawat di rumah sakit dengan infeksi virus tidak meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pasien. Pemberian antibiotik ini sebagai tindakan pencegahan terhadap ko-infeksi bakteri.
Kesimpulan itu didapat para peneliti setelah menyelidiki dampak penggunaan antibiotik terhadap kelangsungan hidup lebih dari 2.100 pasien di sebuah rumah sakit di Norwegia antara 2017 hingga 2021. Para peneliti menemukan bahwa memberikan antibiotik kepada orang dengan infeksi pernapasan biasa tidak mungkin menurunkan risiko kematian dalam 30 hari.
Dikutip dari Fox News, Senin (27/3/2023), Reuters juga mengatakan pada puncak pandemi Covid-19, antibiotik diresepkan untuk sekitar 70 persen pasien Covid-19 di beberapa negara. Ini berpotensi berkontribusi pada momok patogen resisten antibiotik yang dikenal sebagai superbug.
Menurut Reuters, penulis utama Dr Magrit Jarlsdatter Hovind dari Akershus University Hospital dan University of Oslo, Norwegia, mengatakan ini menunjukkan bahwa ada "penggunaan antibiotik yang berlebihan". Mikroba menjadi kebal terhadap banyak perawatan, mengingat penggunaan antibiotik yang berlebihan dan salah.
Reuters juga mencatat para ilmuwan menganggap perkembangan ini sebagai ancaman yang luar biasa bagi kesehatan global, mengingat bahwa jalur terapi pengganti dalam pengembangan sangat jarang. Data baru belum dipublikasikan dalam jurnal medis hingga saat ini.
Penelitian terbaru akan dipresentasikan pada Kongres Mikrobiologi Klinis & Penyakit Menular Eropa di Kopenhagen, Denmark pada bulan depan. Ini melibatkan pasien yang dites positif melalui usap hidung atau tenggorokan untuk infeksi virus seperti flu, RSV atau Covid-19.
Mereka dengan infeksi bakteri yang dikonfirmasi dikeluarkan dari analisis. Secara total, 63 persen dari 2.111 pasien menerima antibiotik untuk infeksi pernapasan selama mereka tinggal di rumah sakit. Secara keseluruhan, 168 pasien meninggal dalam 30 hari, hanya 22 yang tidak diberi resep antibiotik.