Rabu 29 Mar 2023 09:14 WIB

Himpunan Pedagang Pakaian Impor Pertanyakan Penyitaan Balpress 

Pemerintah melalui Bea Cukai telah menyita barang milik para pedagang di gudang.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Agus Yulianto
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono (tengah) memeriksa barang bukti berupa pakaian bekas impor ilegal yang disita di gudang kawasan Gedebage, Kota Bandung, Kamis (5/9).
Foto: Abdan Syakura
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono (tengah) memeriksa barang bukti berupa pakaian bekas impor ilegal yang disita di gudang kawasan Gedebage, Kota Bandung, Kamis (5/9).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Himpunan Pedagang Pakaian Impor Indonesia (HP212) menilai, pemerintah melalui Bea Cukai dan Bareskrim Polri tidak berhak menyita pakaian bekas (balpress) yang sudah masuk pasar. Jika memang pakaian itu dinyatakan ilegal, Bea Cukai dan Bareskrim Polri harusnya menyitanya di pelabuhan, bukan di pasar.

"Artinya, kalau sudah masuk pasar barang ini legal, resmi tidak ada masalah. Karena kalau sudah masuk kios ada PPN, kita bayar pajak," kata Ketua HP212 Efendi saat dihubungi Republika, Rabu (29/3/2023).

Dia memastikan, apa yang disampaikan pemerintah bahwa ribuan balpress pakaian bekas disita dari pelaku improtir itu merupakan pembohongan publik. Pada kenyataannya, pemerintah melalui Bea Cukai telah menyita barang milik para pedagang yang masih tersimpan di dalam gudang.

"Bohong disita dari importir, mereka menyita barang kita di kios yang masih disimpan di dalam gudang," katanya.

Efendi mengatakan, jika Bea Cukai dan Bareskrim Polri mau jujur dalam menjalankan tugasnya, kenapa tidak menyita barang-barang ilegal itu ketika masih di pelabuhan. Hal itu, menurut dia, diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

"Menurut UU Pabean penyitaan itu dalam area perikatannya di pelabuhan. Kalau sudah di pasar di luar perikatannya," katanya.

Efendi mengatakan, bahwa barang yang telah disita oleh Bea Cukai dan Bareskrim Polri, bukan milik importir lagi tetapi milik pedagang. Efendi mengaku membeli berang tersebut di beberapa tempat di Indonesia bukan langsung impor dari luar negari.

"Saya beli dari Bandung, lihat harga cocok ada untung saya beli," katanya.

Efendi mengatakan, seharusnya pemerintah bisa membedakan mana pedang barang impor dan mana pelaku importir yang membeli barang-barang langsung dari luar negeri. Yang disita petugas gabungan beberapa hari lalu itu bukan milik importir, melainkan milik pedagang.

"Importir itu beli sendiri dari luar negeri pakai PT sendiri, nama sendiri. Pemerintah sudah salah kaprah menganggap barang yang disita itu milik importir, padahal barang itu milik kami pedagang," katanya.

Efendi mengatakan, barang miliknya yang disita petugas gabung di Pasar Senen sebanyak 120 bal, sementara di tempat lain daerah Tongkang Senen sekitar 2.000 bal. Barang-barang yang disita itu milik anggota HP212. "Yang kemarin dimusnahkan itu milik kita," katanya. 

Sebelumnya, Menteri Perdagangan RI Zulkifli Hasan memastikan barang bukti baju bekas yang sekarang ini dimusnahkan secara simbolis ini merupakan milik importir, bukan milik pedagang bekas. Barang-barang ini disita karena selundupan.

"Sekarang yang ditindak ini bukan saja tidak boleh atau dilarang tapi ini selundupan ilegal," kata Zulkifli Hasan saat memimpin pemusnahan balpress secara simbolis di Kawasan Industri Jababeka III Bekasi, Selasa (28/3/2023). 

Dia menerangkan, menurut peraturan perundang-undangan orang yang menggunakan barang bekas ilegal ini bisa dikenakan sanksi. Pengguna barang bekas ini seperti penjual dan pembelinya, tetapi pemerintah hanya menindak importirnya.

"Jadi yang diberantas ini hulunya, menurut peraturan perundang-undangan termasuk yang makai juga, tetapi kita utamakan yang hulunya, yang dagangnya tidak dipermasalahkan," katanya.

Alasannya, jika pelaku importirnya ditindak, penjual dan pembeli tidak akan menggunakannya pakaian bekas. Saat ini yang dimusnahkan ini pakaian bekas hasil penyelundupan.

"Kalau hulunya berhenti berarti tidak ada penjualnya. Kita menindak hulu yang selundupan itu proses dan dimusnahkan," katanya.

Zulkifli mengatakan, berdasarkan data bahwa improtir ilegal ini sudah menguasai 31 persen pasarnya UMKM. Untuk itu para importir ilegal ini perlu diberantas sampai ke hulunya.

"Kalau tidak dimusnahkan UMKM kita tidak karuan, karena yang ilegal ini tidak bayar pajak," katanya.

Pada kesempatan ini Zulkifli Hasan juga tidak menjelaskan kapan sisa balpress sisanya akan dimusnahkan. Karena pada kesempatan tersebut, yang dimusnahkan hanya beberapa helai pakaian. 

Berdasarkan pantauan Republika, baju-baju bekas yang sudah di balpress ini terlihat masih menumpuk meski ada sebagian yang sudah robek keluar dari ikatannya. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement