REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Himpunan Pedagang Pakaian Impor Indonesia (HP212) siap turun kejalan melakukan aksi demonstrasi menolak penyitaan pakaian bekas. HP212 memiliki 5.000 anggota sebagai pelaku usaha pedagang pakaian bekas di seluruh Indonesia.
"Pemerintah mau bunuh kita secara perlahan-lahan. Jangan salahkan kami nanti kami adakan demo besar-besaran," kata Ketua Umum HP212 Efendi saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (29/3/2023).
Efendi mengatakan, seharusnya pemerintah memberikan solusi bagaiamana produk UMKM berjaya sendiri. Menurutnya bukan menjadi solusi yang bijak sana menyita barang bekas hasil impor dari pedagang kecil di pasaran.
"Pemerintah harusnya cari solusi untuk kita ini," katanya.
Efendi menyampaikan jumla pedagang pakaian bekas dari hasil impor ini ada di seluruh Indonesia. Menurutnya catatannya pedagang pakaian bekas hasil impor itu ada sekitar 5 juta pedadang dan yang tergabung di HP212 ada sekitar 5.000 anggota.
"Karena bukan sedikit kita ini, bukan sejuta, dua juta tapi ada 5 juta pedagang kita ini seluruh Indonesia mau ke mana," katanya.
Efendi mengatakan, bahwa ribuan bal baju bekas hasil impor yang dimusnahkan pemerintah kemarin itu sebagian milik anggota HP212 yang berjualan di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Dia merinci petugas gabung menyita balepress di gudang Pasar Senen sebanyak 120 bal dan di tempat lain daerah lain Tongkang Senen sekitar 2.000 bal.
"Iya itu sebagian barang kami yang disita," katanya.
Efendi mengaku sedih barang yang dia beli ratusan juta dari sesama pedagang harus dimusnahkan. Padahal barang-barang tersebut harus dia jual lagi untuk mendapatkan keuntungan.
"Sedih saya barang harus dimusnahkan padahal saya beli," katanya.
Efendi menceritakan, pada saat itu pagi hari tiba-tiba petugas polisi dan Bea Cukai mendatanginya di Pasar Senen. Tanpa banyak kata langsung menyita semua barang-barang yang ada di dalam gudang.
"Kami pedang bal-bal ini tidak pernah diperiksa, pemberitahuan tidak. Tiba-tiba datang Mabes Bea Cukai barang diangkut-angkut sampai jam 12.00 malam," katanya.
Effendi mengaku tidak pernah menerima berita acara pemeriksaan dan penyitaan meski barang-barangnya sudah disita. Untuk itu dia meminta keadilan kepada pemerintah atas barang yang disitanya.
"Karena saya barang-barang itu saya beli bukan hasil selundupan," katanya.
Efendi memastikan apa yang disampaikan pemerintah bahwa ribuan balepress pakaian bekas disita dari pelaku improtir itu merupakan pembohongan publik. Pada kenyataannya, pemerintah melalui Bea Cukai telah menyita barang milik para pedagang yang masih tersimpan di dalam gudang.
"Bohong disita dari importir, mereka menyita barang kita di kios yang masih disimpan di dalam gudang," katanya.
Efendi mengatakan, jika Bea Cukai dan Bareskrim Polri mau jujur dalam menjalankan tugasnya, kenapa tidak menyita barang-barang ilegal itu ketika masih di pelabuhan. Hal itu kata dia, diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
"Menurut UU Pabean penyitaan itu dalam area perikatannya di pelabuhan. Kalau sudah di pasar di luar perikatannya," katanya.
Efendi mengatakan, bahwa barang yang telah disita oleh Bea Cukai dan Bareskrim Polri, bukan milik importir lagi tetapi milik pedagang. Efendi mengaku membeli berang tersebut di beberapa tempat di Indonesia bukan langsung impor dari luar negari.
"Saya beli dari Bandung, lihat harga cocok ada untung saya beli," katanya.
Efendi mengatakan, seharusnya pemerintah bisa membedakan mana pedang barang impor dan mana pelaku importir yang membeli barang-barang langsung dari luar negeri. Yang disita petugas gabungan beberapa hari lalu itu bukan milik importir tetapi milik pedagang.
"Importir itu beli sendiri dari luar negeri pakai PT sendiri, nama sendiri. Pemerintah sudah salah kaprah menganggap barang yang disita itu milik importir, padahal barang itu milik kami pedagang," katanya.