REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden AS Joe Biden pada hari Selasa (28/3/2023), mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membatalkan proposal perombakan sistem hukum yudisial, yang telah menyebabkan protes besar-besaran di Israel. Biden juga mendorong pemimpin Israel untuk mengatakan dia tidak membuat keputusan berdasarkan tekanan dari luar negeri.
Netanyahu pada Senin akhirnya menunda proposal perombakan peradilan setelah sejumlah besar orang protes, tumpah ruah ke jalan-jalan. Gedung Putih awalnya mengatakan hanya sebatas tanggapan, bahwa Netanyahu harus mencari kompromi atas masalah tersebut. Tetapi Biden melangkah lebih jauh dalam menjawab pertanyaan dari wartawan pada hari Selasa.
"Saya harap dia (Netanyahu) menjauh dari itu," kata Biden, merujuk pada proposal perombakan yudisial yang akan memberi pemerintah Israel kendali lebih besar atas penunjukan Mahkamah Agung negara itu.
Netanyahu dengan cepat mengeluarkan pernyataan sebagai tanggapan. “Israel adalah negara berdaulat yang membuat keputusannya atas kehendak rakyatnya dan bukan berdasarkan tekanan dari luar negeri, termasuk dari sahabat,” katanya.
Netanyahu mengatakan pemerintahannya berusaha untuk melakukan reformasi melalui konsensus luas. “Saya telah mengenal Presiden Biden selama lebih dari 40 tahun, dan saya menghargai komitmennya yang telah berlangsung lama kepada Israel,” kata Netanyahu.
Dia mengatakan aliansi Israel-AS tidak dapat dipatahkan dan selalu mengatasi perbedaan pandangan yang sesekali terjadi di antara ia dan Biden.
"Pemerintahan saya berkomitmen untuk memperkuat demokrasi dengan mengembalikan keseimbangan yang tepat antara tiga cabang pemerintahan, yang kami perjuangkan untuk dicapai melalui konsensus yang luas," kata Netanyahu.