REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memperpanjang masa penahanan Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe. Dia bakal tetap mendekam di rumah tahanan (rutan) hingga 12 Mei 2023.
"Berdasarkan penetapan pengadilan tipikor, telah dilakukan perpanjangan masa penahanan untuk tersangka LE selama 30 hari ke depan, sampai dengan 12 Mei 2023 di Rutan KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Senin (17/4/2023).
Ali mengatakan, pihaknya berkomitmen memaksimalkan pemenuhan alat bukti dalam kasus ini. Dia menyebut, KPK bakal berupaya melengkapi berkas perkara penyidikan.
"Sehingga bisa segera dibawa ke persidangan dan diuji di depan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor," ujar Ali.
Terbaru, KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penetapan ini dilakukan setelah tim penyidik menemukan kecukupan alat bukti dari hasil pengembangan kasus suap dan gratifikasi yang menjerat dirinya.
Sebelumnya, Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua.
Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.
Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.