Selasa 18 Apr 2023 14:09 WIB

G7 Tekankan Persatuan di Tengah Ketegangan Dengan Cina dan Rusia

Presiden Prancis memperingatkan agar Eropa tidak terseret dalam krisis Taiwan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nidia Zuraya
Dari kiri, Wakil Sekretaris Jenderal Uni Eropa dan Direktur Politik Layanan Aksi Eksternal Eropa Enrique Mora, Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi, Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly , Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna dan Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani berfoto dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri G7 di hotel The Prince Karuizawa di Karuizawa, Jepang, Senin, 17 April 2023.
Foto: AP Photo/Andrew Harnik
Dari kiri, Wakil Sekretaris Jenderal Uni Eropa dan Direktur Politik Layanan Aksi Eksternal Eropa Enrique Mora, Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi, Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly , Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna dan Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani berfoto dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri G7 di hotel The Prince Karuizawa di Karuizawa, Jepang, Senin, 17 April 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Negara-negara kaya yang tergabung dalam Group of Seven atau G7 bersatu mengkritik semakin kuatnya tekanan Cina terhadap Taiwan dan langkah Rusia menempatkan senjata nuklir di Belarusia saat berperang di Ukraina. Hal ini disampaikan dalam pertemuan di Kota Karuizawa, Jepang.

"Kekuatan solidaritas antara menteri-menteri G7 di tingkat yang belum pernah terlihat sebelumnya," kata Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi dalam konferensi pers usai pertemuan, Selasa (18/4/2023).

Baca Juga

Persatuan ini ditunjukan setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan Uni Eropa harus mengurangi ketergantungan pada Amerika Serikat (AS). Macron juga memperingatkan agar Eropa tidak terseret dalam krisis Taiwan.

Beijing mengangap Taiwan bagian dari wilayah Cina dan tidak membuang kemungkinan menggunakan kekuatan untuk memaksakan kedaulatannya di pulau itu. Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan hanya rakyat Taiwan yang dapat memutuskan masa depan mereka.

Komunike G7 menyoroti intervensi militer Rusia dan aksi serupa yang mungkin akan dilakukan Cina terhadap Taiwan. Dua masalah itu menjadi fokus pertemuan tiga hari. G7 yang terdiri dari AS, Jepang, Jerman, Prancis, Inggris, Italia dan Kanada menggambarkan ancaman senjata nuklir Rusia di Belarusia "tidak bisa diterima".  

"Setiap penggunaan senjata nuklir, kimia dan biologi di Ukraina akan menimbulkan konsekuensi berat," kata kelompok tersebut.

Bulan lalu Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Moskow akan menempatkan senjata taktis nuklir jarak-pendek di Belarusia karena aliansi militer Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) memperluas diri sampai perbatasan Rusia.

Pertama kalinya sejak Perang Dingin berakhir tiga dekade yang lalu Rusia mengindikasi akan menempatkan pasukan nuklir di negara lain. Hal ini dinilai menambah ketegangan dengan Barat atas perang di Ukraina.

Menteri-menteri G7 sudah sepakat perdamaian dan keamanan di Selat Taiwan sangat penting. Kelompok itu juga menentang militerisasi di Laut Cina Selatan. Mereka meminta Beijing bertindak dengan bertanggung jawab sebagai anggota masyarakat internasional.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement