REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peneliti BRIN bernama Andi Pangerang Hasanuddin melalui akun AP Hasanuddin membuat komentar di media sosial (medsos) yang menuai kegaduhan. Kegaduhan terjadi karena akun AP Hasanuddin menuliskan kemarahan dan mengancam Muhammadiyah.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Deding Ishak, mengatakan, harus tabayun dulu, pastikan dulu bahwa komentar tersebut berasal dari peneliti BRIN atau siapa.
"Jadi perlu tabayun dulu, apakah benar yang di media sosial dan menjadi viral itu apakah dari dia (AP Hasanuddin) atau orang lain yang mengatasnamakan AP Hasanuddin," kata Prof Deding kepada Republika, Senin (24/4/2023).
Sebelumnya, AP Hasanuddin mengancam Muhammadiyah melalui komentarnya di media sosial. Dia bahkan menyebut Muhammadiyah sebagai musuh bersama.
"Kalian Muhammadiyah, meski masih jadi saudara seiman kami, rekan diskusi lintas keilmuan tapi kalian sudah kami anggap jadi musuh bersama dalam hal anti-TBC (takhayul, bidah, churofat) dan keilmuan progresif yang masih ego sektoral. Buat apa kalian berbangga-bangga punya masjid, panti, sekolah, dan rumah sakit yang lebih banyak dibandingkan kami kalau hanya egosentris dan ego sektoral saja?" kata akun AP Hasanuddin.
Dia masih melanjutkan statusnya yang mengancam setelah berdebat dengan warganet lain. "Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian," kata akun AP Hasanuddin.
Prof Deding mengatakan, kalau benar yang membuat komentar bernada ancaman terhadap Muhammadiyah adalah peneliti BRIN, tentu sangat menyayangkan. Padahal sebetulnya polemik perbedaan 1 Syawal atau hari raya Idul Fithri harus diakhiri.
Prof Deding menegaskan, kalau itu benar pernyataan AP Hasanuddin seorang peneliti BRIN, maka menyayangkan seorang intelektual menyatakan seperti itu.
"(Kalau ada perbedaan) sebaiknya diskusi dan dialog, apa yang salah dan kurang tentu kekurangan kita semua, sebaliknya kelebihan jadi kelebihan kita semua," ujar Prof Deding yang juga Ketua Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan Pengurus Besar Al Washliyah.
Sebab menurut dia, baik Muhammadiyah maupun pemerintah dalam menentukan 1 Syawal punya dasar yang kuat. Keduanya punya hujjah dan dasar yang kuat.
Untuk itu, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) YAPATA Al-Jawami Bandung ini mengingatkan kembali bahwa perbedaan di antara umat adalah rahmat. Perbedaan sudah biasa terjadi, yang penting sesama umat Islam saling menghormati.
"Hari raya Idul Fithri masih sama dan sholat Ied-nya juga sama, takbir rakat pertama tujuh kali dan takbir rakaat kedua lima kali, (perbedaan 1 Syawal) jangan sampai merusak semangat ukhuwah dan semangat Islamiyah," kata Prof Deding.
Sebelumnya, setelah ramai di media sosial soal ancaman membunuh semua warga Muhammadiyah, kini beredar surat permintaan maaf dan klarifikasi. Pakar dan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin yang melakukan pengancaman di media sosial, mengakui jika komentar di akun Facebook nya merupakan keterangan benar dan kesadaran pribadi.
“Saya berkomentar demikian dilandasi dari rasa emosi dan ketidakbijaksanaan saya saat melihat akun tersebut diserang oleh sebagian warga Muhammadiyah,” kata AP Hasanuddin dalam surat yang beredar tersebut, dikutip, Senin (24/4/2023).
Menurutnya, komentar di Facebook kemarin, 23 April 2023, di akun Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, tidak sedang diretas oleh orang lain. Sebab itu, pihaknya mengucapkan permintaan maaf dan berjanji tidak akan mengulang aksi yang sama.