REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengirimkan 39 personel gabungan untuk membantu proses evakuasi Warga Negara Indonesia (WNI) dari Sudan. Salah satu pasukan yang dikirim, yakni prajurit satuan Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) TNI Angkatan Udara.
"Rencana akan diberangkatkan besok pagi dan ini jumlahnya dari kru pesawat, pengamanan, dokter dan sebagainya ada 39 orang," kata Yudo di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (24/4/2023).
"Kita kirim tim Kopasgat yang nantinya akan mengamankan di bandara tempat untuk evakuasi," kata dia menambahkan.
Yudo mengatakan, tim gabungan ini akan berangkat menggunakan pesawat Boeing 737 milik TNI AU. Mereka bakal ikut mengevakuasi WNI dari Sudan lantaran kondisi di wilayah tersebut sedang tidak kondusif akibat konflik antara militer dan paramiliter Rapid Support Forces (RSF).
"Terjadi chaos atau (gangguan) keamanan di sana, yang tidak kondusif, terganggu, berdampak pada warga negara, termasuk Indonesia," ujar dia.
Yudo menjelaskan, tim gabungan ini akan mengevakuasi WNI dari Port Sudan ke Jeddah dengan menggunakan pesawat. Proses evakuasi ini lebih dulu difokuskan terhadap ibu hamil, anak-anak, dan lansia.
"Dari Kemenlu diutamakan yang tadi, ada ibu hamil, ada yang sakit juga, ada orang tua dan anak-anak. Mungkin nanti akan kita dahulukan itu. Makanya nanti ada tim 39 orang nanti yang akan memisahkan mereka untuk mana yang lebih dulu," ujar dia.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa 413 korban tewas selama pertempuran militer di Sudan. Menurut data pemerintah Sudan, sebanyak 413 korban tewas dan 3.551 orang terluka, kata Juru Bicara WHO Margaret Harris dalam konferensi pers Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (21/4/2023).
Sementara itu, badan anak-anak PBB (UNICEF) mengatakan sedikitnya sembilan anak dilaporkan tewas dalam pertempuran di Sudan, dan lebih dari 50 anak terluka parah. Lebih lanjut Margaret mengatakan bahwa telah terjadi 11 serangan terhadap fasilitas kesehatan, termasuk 10 serangan sejak 15 April 2023.
"Menurut Kementerian Kesehatan di Sudan, jumlah fasilitas kesehatan yang berhenti beroperasi sebanyak 20. Dan masih menurut angka Kementerian Kesehatan, jumlah fasilitas kesehatan yang berisiko berhenti adalah 12," kata Harris, Sabtu (22/4/2023).
Situasi tersebut, kata dia, tidak hanya berdampak pada korban pertempuran, tetapi juga orang-orang lain yang membutuhkan pelayanan kesehatan.