REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Majelis Ulama Indonesia mengimbau Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa segera mengambil langkah untuk menghentikan konflik bersenjata di Sudan.
"MUI mengimbau OKI dan PBB agar secepatnya bisa menghentikan perang saudara ini," kata Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (24/4/2023).
Dengan demikian, lanjut dia, rakyat Sudan dapat kembali hidup dengan aman, tenteram, damai, sejahtera, dan bahagia.
Saat ini, menurut Anwar, usaha untuk menghentikan konflik bersenjata di Sudan antara militer Sudan dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF) itu memang bukan merupakan hal yang mudah, terutama karena kedua belah pihak memiliki ribuan pejuang dan sumber daya.
"Kedua belah pihak sama-sama memiliki puluhan ribu pejuang, pendukung asing, kekayaan mineral, dan sumber daya lain yang dapat mereka gunakan untuk menghancurkan lawannya," kata dia.
Oleh karena itu, Anwar memandang konflik tersebut perlu segera diselesaikan oleh OKI dan PBB karena jika dibiarkan berlarut-larut dapat membuat rakyat Sudan menderita.
Sebelumnya, pada Kamis (20/4/2023), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah mendesak tentara Sudan dan pasukan paramiliter untuk segera menghentikan pertempuran dan menyerukan gencatan senjata.
"Ada konsensus kuat untuk mengutuk pertempuran yang sedang berlangsung di Sudan dan menyerukan penghentian permusuhan," kata Guterres.
Baca juga: 6 Fakta Seputar Saddam Hussein yang Jarang Diketahui, Salah Satunya Anti Israel
Dia juga menyatakan keprihatinan mendalam atas banyaknya warga sipil yang menjadi korban, situasi kemanusiaan yang buruk dan prospek eskalasi lebih lanjut yang mengerikan.
Pertempuran antara tentara militer Sudan dan RSF berlangsung sejak Sabtu (15/4) di Ibu Kota Khartoum dan wilayah sekitarnya.
RSF menuduh tentara Sudan menyerang pasukannya di selatan Khartoum dengan senjata ringan dan berat, sementara militer mengklaim bahwa pasukan paramiliter menyebarkan kebohongan, dan menyebutnya sebagai kelompok pemberontak.