REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) menyambut percakapan telepon antara Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Washington menilai, perbincangan kedua pemimpin tersebut merupakan hal positif.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengungkapkan, AS tidak diberi pengarahan bahwa Zelensky akan melakukan percakapan via telepon dengan Xi Jinping. Kendati demikian, AS tetap menyambut hal itu.
“Ini adalah dua pemimpin berdaulat, dan kami senang melihat mereka berbicara. Kami pikir ini hal yang baik,” ucapnya kepada awak media, Rabu (26/4/2023), dikutip Anadolu Agency.
Kirby mengungkapkan, AS telah beberapa kali menyampaikan bahwa Xi dan para pejabat Cina memang perlu memperoleh perspektif Ukraina tentang konflik yang sedang dihadapinya dengan Rusia.
“Apakah (percakapan Xi dan Zelensky) itu akan mengarah pada semacam gerakan atau rencana atau proposal perdamaian yang berarti, saya tidak berpikir kami mengetahuinya sekarang,” ujar Kirby.
Pada Rabu lalu, Xi Jinping akhirnya melakukan percakapan telepon dengan Zelensky. Itu menjadi perbincangan perdana mereka sejak Rusia menyerang Ukraina pada Februari 2022.
“Saya melakukan panggilan telepon yang panjang dan bermakna dengan Presiden Xi Jinping. Saya percaya panggilan (telepon) ini, serta penunjukan duta besar Ukraina untuk Cina, akan memberikan dorongan yang kuat bagi perkembangan hubungan bilateral kita,” tulis Zelensky di akun Twitter-nya.
Zelensky tak menerangkan secara mendetail tentang hal apa saja yang dibahasnya dengan Xi Jinping. Sementara itu, juru bicara kepresidenan Ukraina Sergiy Nykyforov menyebut, Zelensky dan Xi melakukan percakapan telepon selama hampir satu jam.
China Central Television (CCTV) mengungkapkan, dalam percakapan dengan Zelensky, salah satu isu utama yang dibahas Xi adalah tentang krisis Ukraina. Xi menekankan kepada Zelensky bahwa pembicaraan dan negosiasi adalah satu-satunya jalan untuk mengakhiri peperangan. “Mengenai masalah krisis Ukraina, Cina selalu berdiri di sisi perdamaian dan posisi intinya adalah untuk mempromosikan pembicaraan damai,” kata CCTV mengutip pernyataan Xi.
Xi pun meyakinkan Zelensky bahwa Cina tidak akan berusaha memperpanas konfrontasi, apalagi memanfaatkan krisis Ukraina untuk memperoleh keuntungan tertentu. “Ketika berhadapan dengan masalah nuklir, semua pihak yang berkepentingan harus tetap tenang dan menahan diri, benar-benar fokus pada masa depan dan nasib mereka sendiri dan seluruh umat manusia, serta bersama-sama mengelola dan mengendalikan krisis,” ucap Xi.
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Associated Press yang dipublikasikan 29 Maret, Zelensky menyampaikan bahwa dia telah mengundang Xi Jinping untuk berkunjung ke Kiev. Zelensky mengaku ingin berdialog dengan pemimpin Negeri Tirai Bambu tersebut. Hal itu disampaikan setelah Xi melakukan kunjungan ke Rusia pada 20-21 Maret.
Sebelumnya Zelensky juga sudah menyampaikan bahwa negaranya menginginkan Beijing menjadi mitra dalam implementasi formula perdamaian guna mengakhiri konflik dengan Rusia. Pada peringatan satu tahun perang Rusia-Ukraina pada 24 Februari lalu, Cina merilis dokumen bertajuk merilis dokumen bertajuk China’s Position on the Political Settlement of the Ukraine Crisis. Dokumen itu berisi 12 poin usulan Cina untuk menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina.
Ke-12 poin tersebut yakni, menghormati kedaulatan semua negara, meninggalkan mentalitas Perang Dingin, menghentikan permusuhan, melanjutkan pembicaraan damai, menyelesaikan krisis kemanusiaan, melindungi warga sipil dan tahanan perang, menjaga keamanan pembangkit listrik tenaga nuklir, mengurangi risiko strategis seperti penggunaan senjata nuklir dan senjata kimia, memfasilitasi ekspor gandum, menghentikan sanksi sepihak, menjaga stabilitas industri dan rantai pasok, serta mempromosikan rekonstruksi pasca-konflik.