Kamis 04 May 2023 04:39 WIB

MUI, Al Zaytun, dan Program Defeksi Intelijen

Program defeksi di berbagai daerah menjebak warga negara dalam lingkaran setan

Kompleks Pondok Pesantren Az Zaytun.
Foto: Republika.co.id
Kompleks Pondok Pesantren Az Zaytun.

Oleh: Al Chaidar Abdurrahman Puteh

Departemen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh.

Pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, Indonesia telah menjadi pusat perhatian publik karena aktivitas-aktivitas menyimpang dan praktik aliran sesat yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dengan pesantren tersebut. Salah satu kegiatan menyimpang yang dilakukan adalah pengajaran ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya.

Selain itu, pesantren Al Zaytun juga dikenal karena praktik-praktik yang mengabaikan hak asasi manusia, seperti menggabungkan praktik-praktik ibadah Yahudi, Kristen, dan Islam di dalam satu ritual. Mereka juga mempraktikkan sholat Id, dengan jamaah perempuan dan laki-laki dalam satu shaf bersama serta adanya jamaah non-muslim yang ikut ritual ibadah tersebut. 

Pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, telah melakukan sejumlah kontroversi dalam paham dan praktik keagamaan. Salah satunya adalah sholat Id di pesantren tersebut dengan model pelaksanaan yang berbeda, salah satunya adalah sholat dengan shaf bercampur pria dan wanita. 

Baca juga :Disebut Thomas Djamaluddin Anti-kritik, Ini Jawaban Muhammadiyah

Pada 2002 lalu, tim peneliti Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan riset terkait Al Zaytun. Dari penelitian tersebut dikaji tiga hal: profil NII KW IX dan ajaran di dalamnya, profil Mahad Al Azaytun (MAZ) dan kegiatan kurikulum yang diajarkan, serta menggali kemungkinan adanya hubungan antara NII KW IX dan MAZ.

Dari keterangan yang dihimpun MUIDigital, Jumat (28/4/2023), penelitian di atas menghasilkan kesimpulan: NII KW IX adalah salah satu gerakan sempalan dari gerakan NII yang dipimpin oleh Panji Gumilang alias Abdul Salam alias Prawoto. Terdapat penyimpangan ajaran dari syariat Islam di dalam NII KW IX, di antaranya dosa jamaah bisa ditebus dengan uang, keharusan untuk mendahulukan ajaran NII dibandingkan dengan shalat, dan ajaran terkait hijrah.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement