Rabu 03 May 2023 17:55 WIB

Pengungsi Suriah di Lebanon Khawatir Pemerintah Tingkatkan Deportasi

Beberapa minggu terakhir, tentara Lebanon telah menyerbu kamp-kamp pengungsi.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nidia Zuraya
Pengungsi Suriah mengisi air dari tangki di kamp Kalbeet, Idlib utara, 29 Oktober 2022 (dikeluarkan 01 November 2022).
Foto: EPA-EFE/YAHYA NEMAH
Pengungsi Suriah mengisi air dari tangki di kamp Kalbeet, Idlib utara, 29 Oktober 2022 (dikeluarkan 01 November 2022).

REPUBLIKA.CO.ID, QAB ELIAS -- Para pejabat Lebanon menindak tegas para pengungsi Suriah di tengah krisis ekonomi yang memburuk dan kebuntuan politik, sebuah eskalasi yang telah menyebabkan kepanikan di kalangan warga Suriah di negara tersebut.

Dalam beberapa minggu terakhir, tentara Lebanon telah menyerbu kamp-kamp pengungsi dan mendirikan pos-pos pemeriksaan untuk memeriksa dokumentasi warga negara non-Lebanon. Mereka menangkap dan dalam banyak kasus mendeportasi warga Suriah yang tidak memiliki izin tinggal yang sah, demikian menurut para pengungsi dan organisasi-organisasi kemanusiaan.

Baca Juga

"Orang-orang tidak tidur di rumah pengungsian mereka ... dan bahkan takut untuk pergi bekerja," kata seorang wanita yang berasal dari provinsi Idlib, Suriah, yang tinggal di Lembah Bekaa, Lebanon timur.

Suaminya dideportasi pada tanggal 10 April, bersama dengan 28 orang lainnya, setelah penggerebekan di sebuah gedung apartemen di pinggiran kota Beirut, Jounieh, katanya, dan dia tidak pernah mendengar kabar darinya sejak saat itu.

Seperti warga Suriah lainnya yang diwawancarai untuk berita ini, wanita itu berbicara dengan syarat anonim karena takut akan didatangi petugas. Anak laki-lakinya yang berusia 4 tahun bertanya di mana ayahnya setiap hari, katanya.

Dia khawatir suaminya telah dimasukkan ke dalam salah satu pusat penahanan Suriah karena - seperti banyak pria yang melarikan diri ke Lebanon - dia dicari karena menghindari wajib militer. Sementara itu, tekanan telah meningkat dengan cara lain. Pemerintah kota telah memberlakukan langkah-langkah pembatasan seperti jam malam bagi warga Suriah.

Kementerian Dalam Negeri Lebanon mengumumkan pada Selasa bahwa mereka memerintahkan pemerintah kota untuk mensurvei dan mendaftarkan penduduk Suriah mereka dan memastikan bahwa mereka didokumentasikan sebelum mengizinkan mereka untuk menyewa properti.

Mereka juga meminta badan pengungsi PBB untuk mencabut status pengungsi dari warga Suriah yang bolak-balik antara Lebanon dan negara mereka yang sedang dilanda perang. Pekan lalu, sebuah komite yang terdiri dari para menteri menuntut UNHCR untuk menyerahkan informasi pribadi para pengungsi yang ada di dalam database mereka.

Lebanon menampung sekitar 805.000 pengungsi Suriah yang terdaftar, yang secara teori memiliki status resmi yang melindungi mereka - meskipun mereka yang tidak memperbarui surat-surat kependudukannya dapat menghadapi deportasi. Jumlah sebenarnya dari warga Suriah yang tinggal di Lebanon setelah melarikan diri dari perang saudara yang telah berlangsung selama 12 tahun di negara mereka diyakini jauh lebih tinggi.

Karena pemerintah Lebanon memerintahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menghentikan pendaftaran baru pada tahun 2015. Para pejabat pemerintah telah memberikan estimasi yang berbeda-beda mengenai jumlah warga Suriah di negara ini, mulai dari 1,5 juta hingga lebih dari 2 juta.

Lebanon diyakini memiliki populasi sekitar 5 juta hingga 5,5 juta warga, tetapi tidak ada sensus yang diadakan selama hampir satu abad. Sejak krisis ekonomi Lebanon dimulai pada tahun 2019, para pejabat semakin sering menyerukan pemulangan massal warga Suriah, dengan mengatakan bahwa mereka adalah beban bagi sumber daya negara yang semakin terbatas dan bahwa sebagian besar wilayah Suriah sekarang sudah aman.

Retorika ini semakin memanas; sebuah federasi serikat pekerja baru-baru ini mendeklarasikan "Kampanye Nasional untuk Membebaskan Lebanon dari Pendudukan Demografis Suriah."

Dalam wawancara baru-baru ini dengan media lokal, Menteri Sosial Hector Hajjar mengklaim bahwa pengungsi mencapai 40 persen dari populasi Lebanon, yang tidak akan diterima oleh negara manapun di dunia.

Hajjar mengatakan kepada The Associated Press bahwa pemerintah Lebanon dapat memastikan bahwa warga Suriah yang memenuhi syarat sebagai pengungsi tidak akan dideportasi, dengan cara bertukar data dengan badan pengungsi PBB. Ia merujuk pertanyaan-pertanyaan mengenai deportasi kepada Keamanan Umum, badan yang bertanggung jawab untuk menegakkan hukum imigrasi.

Juru bicara badan tersebut dan militer Lebanon tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar dan tidak ada yang memberikan pernyataan publik tentang deportasi tersebut.

Badan pengungsi PBB mengatakan mereka telah mengamati peningkatan penggerebekan yang terjadi di komunitas-komunitas Suriah dan telah menerima laporan-laporan mengenai warga Suriah yang dideportasi, termasuk para pengungsi yang telah terdaftar.

Mereka mengatakan bahwa mereka menanggapi laporan-laporan deportasi pengungsi Suriah dengan sangat serius.

Para pejabat PBB tidak memberikan jumlah deportasi yang telah dikonfirmasi. Pusat Akses untuk Hak Asasi Manusia, sebuah kelompok yang melacak kondisi pengungsi Suriah, mengatakan telah mendokumentasikan sedikitnya 200 deportasi pada bulan April.

Kampanye anti-pengungsi ini muncul di tengah-tengah terhentinya negosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan kebuntuan selama enam bulan dalam memilih presiden Suriah.

Mohanad Hage Ali, seorang peneliti senior di Carnegie Middle East Center, mengatakan bahwa para pengungsi menjadi kambing hitam bagi para politisi Lebanon di tengah-tengah meningkatnya kemarahan publik atas kegagalan mereka dalam menangani krisis ekonomi dan politik di negara tersebut.

"Para pengungsi adalah semacam karung tinju yang muncul ketika semua orang membutuhkannya," katanya. Ia menyarankan bahwa tindakan keras tersebut juga dapat dikaitkan dengan kebuntuan pemilihan presiden yang sedang berlangsung di Lebanon.

Seorang kandidat presiden terkemuka, Sleiman Frangieh, dekat dengan Damaskus dan telah berjanji untuk menggunakan koneksinya untuk menengahi kesepakatan pemulangan para pengungsi. Saingannya, Panglima Angkatan Darat Jenderal Joseph Aoun, mungkin mencoba menunjukkan kemampuannya untuk mengembalikan para pengungsi secara paksa," kata Hage Ali.

Pihak berwenang Lebanon secara berkala mendeportasi warga Suriah selama beberapa tahun terakhir, dengan mengutip peraturan yang memungkinkan warga Suriah yang masuk tanpa izin resmi setelah April 2019 untuk dipindahkan secara paksa.

Namun, deportasi yang terjadi di masa lalu sebagian besar melibatkan sejumlah kecil orang dan dilakukan di bawah prosedur formal, sehingga memberikan kesempatan kepada PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia untuk melakukan intervensi dan, dalam beberapa kasus, menghentikannya.

Sebaliknya, beberapa bulan terakhir ini telah terjadi peningkatan laporan mengenai Angkatan Darat Lebanon yang mendeportasi mereka yang diyakini berada di negara itu secara ilegal. Organisasi-organisasi hak asasi manusia telah mengutip kasus-kasus pengungsi yang kembali ditahan dan disiksa di Suriah, tuduhan yang dibantah oleh pihak berwenang Lebanon. 

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement