REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syaikh Al-Izz bin Abdus Salam As-Sulami dalam kitab Syajaratul Ma'arif menjelaskan bahwa orang yang berkuasa atau pemimpin yang berkuasa dengan adil akan berada di sisi Allah Yang Maha Pengasih.
Untuk itu, seorang penguasa harus ihsan dalam akhlak dan perbuatannya. Beberapa cara diantaranya dengan berbuat baik saat berkuasa dengan memperbaiki orang-orang yang berada di bawah kekuasaan. Kemudian mencegah terjadinya kejahatan yang mungkin akan menimpanya dan orang-orang yang ada di bawah kekuasaannya.
Menurut Syaikh Al-Izz bin Abdus Salam As-Sulami, cara penguasa berbuat baik juga bisa dengan membantu orang-orang yang terimpa musibah dan membantu orang yang dizalimi. Serta menjalankan tugas-tugas seorang pemimpin sesuai dengan yang ada dalam syariat Islam.
Oleh sebab itulah, penguasa yang adil akan berada di sisi Sang Maha Pengasih. "Orang-orang (penguasa/ pemimpin) yang adil akan berada di mimbar-mimbar dari cahaya di sisi Sang Maha Pengasih." (HR Muslim dari Abdullah bin Umar)
Alquran mencontohkan cara Nabi Yusuf ihsan dalam meminta kekuasaan dengan cara amanah saat berkuasa. Sebagai penguasa urusan ekonomi, Nabi Yusuf juga menyelamatkan masyarakat dari bahaya kelaparan di masa sulit.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
قَالَ اجْعَلْنِيْ عَلٰى خَزَاۤىِٕنِ الْاَرْضِۚ اِنِّيْ حَفِيْظٌ عَلِيْمٌ
Dia (Yusuf) berkata, "Jadikanlah aku pengelola perbendaharaan negeri (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga (amanah) lagi sangat berpengetahuan.” (QS Yusuf: 55)
Tafsir Kementerian Agama menjelaskan, Nabi Yusuf menerima tawaran seorang raja. Kemudian Nabi Yusuf meminta kepada raja supaya semua urusan yang berhubungan dengan perekonomian negara diserahkan kepadanya agar dia dapat mengaturnya dengan sebaik-baiknya guna menghindari bahaya kelaparan, walaupun musim kemarau amat panjang.
Selanjutnya Nabi Yusuf menyampaikan rencana jangka panjangnya. Dia mengatakan bahwa dalam musim subur yang panjang itu pertanian harus ditingkatkan dan kepada seluruh rakyat diperintahkan supaya jangan ada tanah kosong yang tidak ditanami, sehingga bila datang musim kemarau yang panjang, simpanan bahan makanan yang disiapkan pada masa subur dapat diambil sedikit demi sedikit, sedang batang gandum bisa dimanfaatkan untuk makanan ternak.
Raja sangat gembira mendengar pendapat Nabi Yusuf dan tambah percaya pada kecerdasan dan kebijaksanaannya. Semua usul Yusuf itu dapat diterimanya. Tidak hanya urusan pertanian, bahkan semua urusan negara telah diserahkan sepenuhnya kepada Nabi Yusuf. Dengan demikian, Nabi Yusuf telah menjadi penguasa yang sangat disegani, dihormati, dan disayangi di Mesir.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَهَبْ لِيْ مُلْكًا لَّا يَنْۢبَغِيْ لِاَحَدٍ مِّنْۢ بَعْدِيْۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ
Dia berkata, “Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak patut (dimiliki) oleh seorang pun sesudahku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (QS Sad: 35)
Tafsir Kementerian Agama menjelaskan, dalam tobatnya Nabi Sulaiman berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dari dosa-dosaku yang menyebabkan Engkau menimpakan cobaan ini kepadaku, dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan agung yang tidak akan dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Pemberi lagi Maha Pemurah.”
Nabi Sulaiman dalam doanya di bagian pertama, meminta ampunan dari Allah SWT atas dosa-dosanya.